Jakarta (ANTARA) - International Council of Clean Transportation (ICCT) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kendaraan hibrida masih menunjukkan hasil yang kurang maksimal dalam memberikan dampak lingkungan yang lebih bersih jika dibandingkan dengan mobil listrik penuh.

Untuk rata-rata kendaraan model tahun 2024 di Amerika Serikat, dampak lingkungannya sangat nyata bahwa mobil hibrida yang mengisi daya dengan sendirinya mengeluarkan 2,2 kali (sedan) dan 2,5 kali (SUV) lebih banyak emisi sepanjang siklus hidupnya daripada kendaraan BEV.

Sementara untuk kendaraan listrik hibrida plug-in (PHEV), kendaraan berjenis SUV mengeluarkan emisi sebanyak dua kali lebih banyak. Sebaliknya, SUV bermesin pembakaran internal (ICE) menghasilkan emisi hingga 3,5 kali lebih banyak dari BEV yang setara.

Baca juga: Ekonom: Perlu intervensi pemerintah untuk ubah gaya hidup masyarakat

Baca juga: Mobil "plug-in hybrid" masih cocok untuk pasar Indonesia saat ini


Angka-angka ini dihasilkan berdasarkan kendaraan yang mengisi daya dari jaringan listrik yang ada. Namun, ketika penilaian yang disandingkan dengan mobil listrik penuh, SUV dari segmen hibrida mengeluarkan emisi sekitar 4,9 kali lebih banyak dan SUV ICE mengeluarkan emisi gas rumah kaca 6,7 kali lebih banyak selama siklus hidupnya.

ICCT menyatakan bahwa emisi gas rumah kaca bersih selama siklus hidup kendaraan mencakup dari berbagai hal seperti emisi dari produk baterai dan kendaraan, produksi bahan baku dan bahan bakar, penggunaan kendaraan, dan pembuangan akhir masa pakai.

Sehingga, dengan adanya penelitian ini diharapkan memberikan gambaran yang jelas tentang dampak lingkungan dari sebuah mobil.

Penilaian di atas memperbarui analisis yang sudah ada pada tahun 2021.

Menurut studi, emisi siklus hidup rata-rata BEV ukuran sedang yang dijual di AS pada tahun 2021 adalah 57-68 persen lebih rendah daripada kendaraan ICE yang setara.

Sebagai perbandingan langsung, angka terbaru tahun 2024 menunjukkan bahwa BEV memiliki tingkat 66-74 persen lebih bersih dibandingkan pesaingnya ICE, atau hingga 85 persen lebih bersih ketika listrik terbarukan ditambahkan ke dalamnya.

ICCT juga membuat proyeksi untuk tahun 2030, saat manfaat lingkungan dari BEV diharapkan akan lebih besar. Secara khusus, emisi siklus hidup SUV ICE dari tahun 2030 diperkirakan 7,5 kali lebih tinggi daripada emisi BEV setara yang ditenagai oleh energi terbarukan.

Lebih jauh, studi tersebut menunjukkan bahwa PHEV dan HEV memiliki potensi yang jauh lebih terbatas untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dibandingkan dengan BEV.


Baca juga: Menko Airlangga apresiasi BEV perkuat ekosistem ramah lingkungan

Baca juga: Mobil hybrid masih jadi kendaraan ramah lingkungan pilihan masyarakat

Baca juga: Pakar paparkan strategi percepat kendaraan listrik di Indonesia

 

Pewarta:
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024