"Saya setuju harga naik. Tapi kalau memungkinkan, harganya agar masih lebih rendah dibandingkan SPBU swasta," kata Humas Club Ayla Indonesia (CAI) Adjie Sambogo di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, kenaikan harga tidak akan berpengaruh terhadap konsumsi Pertamax karena konsumen tentu membandingkan dengan harga RON sejenis yang dijual di SPBU swasta.
"Makanya, kami masih akan tetap menggunakan Pertamax. Asalkan itu tadi, tidak melonjak tajam dan tidak lebih tinggi dibandingkan SPBU asing," katanya.
Baca juga: Komunitas Otomotif: BBM RON tinggi lebih ekonomis
Baca juga: Shell Indonesia hadirkan solar berstandar Euro 5
Adjie menambahkan, penggunaan Pertamax telah menjadi kebutuhan, termasuk untuk menjaga performa mesin, apalagi RON 92 merupakan BBM yang dianjurkan oleh industri otomotif.
"Jadi selain karena kebutuhan, juga karena mesin memang membutuhkan RON 92 seperti rekomendasi pabrikan," kata dia.
Tidak seperti SPBU asing yang beberapa kali menaikkan harga sejak pandemi COVID-19 Pertamina memang tetap menjaga harga jual BBM jenis Pertamax.
Saat ini harga di SPBU swasta milik asing untuk BBM jenis dengan RON 92 antara Rp11.900 per liter Rp12.040 per liter, jauh di atas Pertamax yang dijual Pertamina yaitu Rp9.000 per liter.
Kenaikan harga BBM di berbagai SPBU swasta, memang dipicu melonjaknya harga minyak dunia sejak awal pandemi.
Oleh karena itu Adjie sependapat, jika harga Pertamax terus bertahan bisa jadi malah menambah beban Pertamina dan pada akhirnya, yang terimbas adalah masyarakat juga. Termasuk berkurangnya kontribusi BUMN tersebut saat pandemi COVID-19.
"Apalagi saat COVID, kan bantuan BUMN seperti Pertamina, yang besar. Jadi saya setuju kalau harga dinaikkan," katanya.
Baca juga: Kenali jenis BBM yang cocok untuk kebutuhan mesin kendaraan
Baca juga: Alasan BBM RON tinggi dinilai lebih ekonomis
Baca juga: Pertamina mulai salurkan BBM Euro 4 untuk ATPM otomotif
Pewarta: Subagyo
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2022
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2022