Jakarta (ANTARA) - Christian Sauzedde, direktur pelaksana Astuce Technologies dan pemilik pertama Nissan Leaf di Singapura, menjelaskan alasannya memilih mobil listrik kendati ia terbiasa menggunakan mobil berperforma tinggi (supercar).

"Saya langsung jatuh cinta. Saya bisa mendapatkan semua yang saya suka dari sebuah mobil dan saya tahu saya menginginkannya. Saya membeli mobil tersebut dalam satu minggu," kata Christian Sauzedde dalam keterangan tertulis Nissan, Senin.

Salah satu fitur yang membuat Christian jatuh hati adalah e-Pedal. Teknologi e-Pedal pada Nissan Leaf membuat pengemudi hanya menggunakan satu pedal untuk start, akselerasi, deselerasi, dan berhenti.

"e-Pedal adalah salah satu hal yang fantastis dari mobil ini. Saya hanya mendorong satu pedal dan saya memiliki kekuasaan penuh. Kelincahannya. 150 horse power motor 110 KW," kata dia.

Christian mengatakan terkejut dengan torsi konstan yang mampu dikeluarkan sebuah mobil listrik. "Torsi konstan pada gigi tertinggi, dan saya bahkan tidak merindukan suara mesin supercar," kata dia.

Selain soal kesenangan mengemudi, aspek ingin mengedukasi orang lain soal keberlanjutan teknologi ramah lingkungan menjadi salah satu pemicunya memakai mobil listrik.

"Tapi yang lebih penting, mobil ini mewakili perubahan yang kita semua harus pikirkan dan merasa bertanggung jawab untuk melakukannya. Seiring pertambahan populasi, planet ini tidak berubah ukuran," kata dia.

"Kendaraan listrik bukanlah kompromi antara kinerja dan kenyamanan. Coba saja. Motor listrik dapat melaju dengan kecepatan yang sangat tinggi," kata Christian.

Ia menambahkan, "Rentangnya juga sangat nyaman, karena kita hanya mengisi daya mobil selama di kantor. Selanjutnya, dunia akan serba listrik. Ini masalah waktu. Dan suatu hari saya berharap mobil ini, Nissan Leaf dan sebuah supercar akan berlomba berdampingan. Saya tahu siapa yang akan menang."
Christian Sauzedde pemilik pertama Nissan Leaf di Singapura. (ANTARA/HO/Nissan)


Christian yang menjadi warga Singapura selama 30 tahun, menceritakan saat tumbuh besar di Paris pada tahun 1950-an, ia melihat perubahan ayahnya yang pindah "dari sepeda ke mobil".

Saat itu ia melihat bahwa keberadaan mobil dapat membantu kehidupannya.

“Ayah saya dan saya pergi untuk melihat mobil itu dan saya sangat bersemangat. Sejak saat itu, mobil melambangkan kebebasan bagi saya. Anda dapat pergi ke mana pun Anda inginkan, kapan saja Anda inginkan," kata dia.

Pada usia 18 tahun, saat belum mampu membeli mobil, Christian meluapkan kreatifitasnya dengan membangun kereta menggunakan bagian mobil Volkswagen. Ia memotong sasisnya kemudian menukar mesinnya dengan Porsche.

Selama beberapa dekade berikutnya, kecintaan Christian terhadap dunia mekanik dan mesin terus berlanjut hingga kini ia memiliki tujuh unit supercar.

Baca juga: "Nge-drift" dengan mobil listrik, bisakah?

Baca juga: Nissan Leaf 2020 hadir dengan teknologi dan warna baru

Baca juga: Strategi mobil listrik Nissan di tahun 2020
Pewarta:
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2019