Nanjing (ANTARA) - Di pabrik perakitan Li Auto di Kota Changzhou, Provinsi Jiangsu, China timur, lebih dari 3.000 jenis suku cadang mobil dikumpulkan dan diangkut dengan rapi oleh kendaraan berpemandu otomatis dan akhirnya dirakit menjadi kendaraan energi baru (new energy vehicle/NEV) yang beragam.

Perusahaan rintisan NEV China itu mengirimkan 376.000 mobil pada 2023, melonjak 182,2 persen secara tahunan (year on year/yoy). "Kami berencana mengirimkan 800.000 kendaraan dan membangun 2.000 stasiun pengisian daya super pada 2024," kata CEO Li Auto Li Xiang.

Pertumbuhan Li Auto dan banyak perusahaan lain di Changzhou telah mengubah pusat manufaktur di Delta Sungai Yangtze itu menjadi "ibu kota energi baru", dengan industri energi baru yang menghasilkan nilai output sekitar 768 miliar yuan (1 yuan = Rp2.184) atau sekitar 108,1 miliar dolar AS (1 dolar AS = Rp15.715).

"Industri energi baru merupakan formula yang tepat untuk pembangunan kami," kata Kepala Partai Changzhou Chen Jinhu, seraya menambahkan bahwa kota itu menargetkan untuk menjadi kawasan elite industri energi baru kelas dunia, dengan nilai output industri melampaui satu triliun yuan pada 2025.

Keberhasilan Li Auto dan Changzhou merupakan contoh bagaimana para pemain NEV China dan daerah setempat memanfaatkan berbagai peluang besar yang dihasilkan oleh transisi energi hijau di negara itu.

Dalam beberapa tahun terakhir, negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia itu telah membuat langkah besar dalam membuka potensi industri energi baru yang mengupayakan pertumbuhan ramah lingkungan dan berkualitas tinggi.

Menerapkan strategi pembangunan hijau, kekuatan ekonomi Jiangsu tersebut berencana untuk membangun dua pangkalan energi bersih lepas pantai dengan kapasitas pembangkit masing-masing 10 GW pada 2027.

Bahkan daerah penghasil batu bara utama di Mongolia Dalam dan Shanxi telah berinvestasi besar-besaran dalam pengembangan energi baru dalam upaya meningkatkan bauran energi dan mengurangi emisi karbon.

Berbagai upaya ini tidak hanya memicu pengembangan kekuatan produktif ramah lingkungan untuk menyuntikkan momentum lebih lanjut ke dalam perekonomian, tetapi juga membantu negara itu mengurangi emisi karbon untuk mencapai tujuan karbon ganda, yaitu mencapai puncak emisi karbon sebelum 2030 dan mencapai netralitas karbon sebelum 2060.

Industri energi baru di China telah mengalami pertumbuhan yang kuat dalam beberapa tahun terakhir, dan menjadi titik terang baru dalam gambaran ekonomi secara luas.

Di tengah lonjakan jumlah kendaraan listrik (electric vehicle/EV) yang melaju di jalan raya di seluruh dunia, China menduduki peringkat pertama secara global dalam penjualan NEV selama sembilan tahun berturut-turut, dengan pangsa pasar global lebih dari 60 persen.

China juga merupakan pemasok utama peralatan tenaga bayu dan surya serta baterai. China menurunkan biaya energi terbarukan dan membantu sejumlah negara lain mendapatkan energi yang bersih, andal, dan lebih terjangkau, dengan menyediakan 50 persen peralatan tenaga angin dunia dan 80 persen peralatan fotovoltaik global.

Ekspor trio teknologi hijau, yakni baterai lithium-ion, produk fotovoltaik, dan NEV, China mencapai 1,06 triliun yuan tahun lalu, menandai kenaikan yang kuat sebesar 29,9 persen (yoy).

Risen Energy, produsen fotovoltaik terkemuka di China, memiliki basis produksi 15 GW di Provinsi Anhui, dengan 70 persen sel surya dan modul yang diproduksi di provinsi itu diekspor ke pasar luar negeri untuk menyediakan energi bersih bagi penduduk setempat.

"Grup kami telah mendirikan 132 anak perusahaan di seluruh dunia, menyediakan produk kami untuk pembangkit listrik fotovoltaik di seluruh dunia," ujar Manajer Proyek Risen Energy Anhui Yang Qinghong.

Transisi energi di China mengalami kemajuan besar setelah investasi besar-besaran selama bertahun-tahun.

Menurut Administrasi Energi Nasional (National Energy Administration), total kapasitas terpasang energi terbarukan di negara itu mencapai 1.516 GW pada akhir tahun lalu, yang merupakan 51,9 persen dari total kapasitas terpasang pembangkit listrik dan berkontribusi terhadap hampir 40 persen kapasitas terpasang energi terbarukan secara global.

"Dengan China menyesuaikan struktur industri dan energinya serta mempromosikan konservasi energi, lebih banyak kekuatan produktif yang ramah lingkungan diharapkan dapat dikembangkan, sehingga mewujudkan situasi yang saling menguntungkan untuk mengurangi emisi karbon dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi," ujar Lin Weibin, seorang pakar dari China Energy Research Society. 
 
Pewarta:
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2024