Jakarta (ANTARA) - Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Pasaribu memandang terdapat sejumlah tantangan peralihan dari bus konvensional menuju bus berbasis listrik sebagai moda transportasi publik yang dihadapi Indonesia, salah satunya yaitu modal yang harus disiapkan operator.

"Sekarang kita sedang mengalami perubahan paradigma dari kendaraan konvensional yang menggunakan BBM ke kendaraan listrik. Dan terus terang saja, kalau kita bicara kendaraan listrik (dalam hal ini bus listrik), tantangan pertamanya itu adalah di capital expenditure atau modal yang harus disiapkan," kata Yannes saat dihubungi ANTARA, Rabu.

Dia menilai bahwa pada dasarnya operator bus telah siap beralih untuk menggunakan bus listrik, kecuali dari sisi permodalan. Tantangan permodalan disebabkan harga baterai, yang menjadi salah satu komponen penting dalam kendaraan listrik, masih terbilang mahal tidak hanya dalam konteks di Indonesia melainkan juga di dunia.

"Ini yang membuat nggak bisa cepat sebetulnya akselerasinya, kecuali ada dukungan yang sangat kuat dari sisi finansial atau sistem keuangan atau regulasi yang mendukung agar dari yang berhubungan dengan tarif ini bisa lebih murah," kata dia.

Baca juga: Menperin tanggapi kritikan soal subsidi kendaraan listrik

Yannes mengingatkan bahwa harga bus listrik bahkan bisa dua kali lipat lebih mahal dibandingkan bus konvensional. Meski begitu, terlepas dari harga yang tinggi, saat ini mulai banyak pemerintah kota yang mempersiapkan penggunaan bus listrik yang dimulai dari wilayah DKI Jakarta melalui Transjakarta.

Dalam percepatan peralihan menuju kendaraan listrik, Yannes menilai Indonesia menghadapi dua paradigma berbeda yang harus menjadi prioritas yaitu antara peningkatan bisnis kendaraan listrik dan baterai atau peningkatan sistem transportasi yang betul-betul hijau.

"(Kalau) sistem transportasi yang betul-betul green jadi prioritas, tentunya berbagai kendaraan listrik yang untuk kepentingan mengangkut publik dalam jumlah besar inilah yang didukung bahkan disubsidi besar oleh pemerintah, bukan hanya kendaraan pribadi," kata Yannes.

Yannes menilai pemerintah sebetulnya sudah membuat banyak kebijakan maupun regulasi peralihan menuju kendaraan listrik. Namun yang masih menjadi "pekerjaan rumah" yaitu bagaimana agar kebijakan dan regulasi dapat segera terimplementasikan dengan baik.

Selain itu, pemerintah juga perlu benar-benar mendukung BUMN yang terkait dengan migrasi kendaraan listrik, yaitu PLN dan Pertamina, agar bisa mempercepat kinerjanya terutama untuk mempersiapkan infrastruktur kelistrikan dan baterai yang memadai di Indonesia.

"Ini kan ibaratnya perlu investasi yang sangat besar. Ini penting sekali karena terus terang kita kan baru mau mulai melangkah, jadi, kalau infrastrukturnya nggak kuat, kita akan lambat sekali atau sulit untuk masuk ke ekosistem kendaraan listrik," kata Yannes.

Baca juga: Pemerintah dan industri dinilai berperan penting dalam ekosistem EV

Baca juga: RI dan empat negara teken kontrak kembangkan teknologi baterai EV

Baca juga: PLN menyatakan dua SPKLU 200 kilowatt di Puspem Badung siap dipakai
Pewarta:
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2023