Jakarta (ANTARA) -
Pakar epidemiologi pencemaran udara dan surveilans kesehatan lingkungan Universitas Indonesia (UI) Budi Haryanto mengatakan bahwa penggunaan panel surya untuk menghasilkan energi bagi pengisian daya baterai mobil listrik akan sangat membantu pengurangan emisi karbon.

"Misi energi bersih itu yang harus di dorong, menggunakan energi matahari, geothermal, dan gas. Kalau itu digunakan untuk menyediakan listrik, bagus," ucapnya saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.

Menurut Budi, sarana pengisian baterai untuk mobil listrik saat ini masih diambil dari pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar solar.

Sehingga, kata Budi, secara umum penggunaan mobil listrik belum sepenuhnya membantu mengurangi emisi karbon, meskipun berhasil dalam mengurangi polusi udara di jalan raya.

Baca juga: Perusahaan multinasional dukung target Indonesia emisi nol 2050

"Kalau mobil listrik secara umum tidak (mengurangi emisi karbon), tapi kalau mengurangi polusi kendaraan di jalan iya. Dengan banyaknya kendaraan listrik maka polutan sumber polusi udara di jalan raya berkurang," ucapnya

Maka solusi yang bisa diterapkan adalah, bagi masyarakat yang sudah memiliki mobil listrik lebih baik jika menggunakan tenaga surya untuk sarana pengisian baterainya.

Saat ini masih banyak yang berkontribusi besar menghasilkan emisi karbon, seperti kendaraan bermotor bermesin konvensional, pabrik dan turbin-turbin industri.

"Di rumahnya yang punya kendaraan listrik maka perlu punya solar cell itu jadi bagus. PLN juga bergeser bikin solar cell yang banyak jangan bakar solar lagi," ucap pengajar dan guru besar di Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI ini.

Tanggal 28 Januari diperingati sebagai Hari Pengurangan Emisi Karbon Internasional. Dari peringatan ini diharapkan masyarakat menyadari bahaya dari emisi karbon.

Pembatasan penggunaan listrik di rumah dan efisiensi pemakaian kendaraan bermotor, kata Budi, dapat membantu menurunkan emisi karbon.

Budi menegaskan bahwa sosialisasi mengenai praktik-praktik pengurangan emisi karbon ini penting agar masyarakat sadar dan mencontoh kebiasaan baik demi menerapkan gaya hidup ramah lingkungan.

"Output sosialisasi masyarakat jadi tahu, jadi menyadari. Untuk melakukan aksi berarti ada upaya pergerakan masyarakat, ada enggak yang memberikan contoh agar masyarakat ikutan. Itu masih jadi PR besar di sekitar kita," ucapnya.

Baca juga: Kawasan industri RI umumkan siap capai nol emisi karbon di WEF

Baca juga: ITB: Sektor transportasi sumbang 46 persen emisi PM2,5 di Jakarta

Baca juga: Akademisi UI: Pepohonan sangat penting mengurangi emisi CO2
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2023