Jakarta (ANTARA) - Pabrikan otomotif Nissan telah mengumumkan rencana untuk mengurangi produksi mobil sebesar 20 persen serta memangkas hingga 9.000 pekerjaan dari tenaga kerja globalnya dalam menghadapi kerugian finansial yang signifikan.

Menurut siaran Drive pada Senin (11/11), sekitar 130.000 orang di seluruh dunia dipekerjakan oleh Nissan, yang memproduksi mobil di Jepang, China, Meksiko, Amerika Serikat, dan tempat lainnya.

CEO Nissan Makoto Uchida menyatakan bahwa perusahaan sekarang dalam "mode darurat." Kondisi tersebut membuat perusahaan memotong gaji tim kepemimpinan, termasuk memangkas 50 persen gaji Uchida, mulai bulan depan.​​​​​​​

Nissan, yang merupakan bagian dari tiga serangkai Renault-Nissan-Mitsubishi, juga berencana melepas sebagian besar dari 34,07 persen sahamnya di Mitsubishi dan mengurangi biaya tetap sebesar 300 miliar yen atau kurang lebih Rp30 triliun.

Langkah-langkah tersebut diambil setelah perusahaan membukukan kerugian sebesar 9,3 miliar yen atau hampir Rp1 triliun pada kuartal ketiga tahun 2024, dari Juli sampai September.​​​​​​​

Kerugian itu membuat Nissan kemudian merevisi perkiraan penjualan tahun 2024 dari 3,7 juta menjadi 3,4 juta kendaraan, yang diumumkan dengan rencana bisnis The Arc pada Maret 2024.

"Kami tidak punya pilihan selain merevisi sebagian rencana tersebut... Saya sangat menyesal menghadapi situasi yang menantang ini di tahun pertama The Arc," kata Uchida dalam sebuah pernyataan.​​​​​​​

The Arc mengajukan serangkaian target progresif terhadap strategi elektrifikasi Nissan tahun 2030, dengan tujuan meningkatkan penjualan dan margin laba masing-masing satu juta unit dan enam persen pada 1 April 2027.

Revisi rencana perusahaan juga bisa menyebabkan penundaan rencana produksi model-model baru. Nissan sebelumnya mengumumkan rencana untuk merilis 30 model baru pada 2027.

Baca juga: Laba bersih Toyota turun 26 persen

Sementara penjualan globalnya turun 3,8 persen hingga akhir September 2024, Nissan menghadapi tantangan terbesar di pasar mobil paling besar di dunia, yaitu China dan Amerika Serikat.

Di China, penjualan Nissan turun 14,3 persen dari tahun-ke-tahun hingga akhir September 2024, menyusul 16,1 persen selama tahun kalender 2023.

Meskipun lebih awal dalam menghadirkan kendaraan listrik dengan mobil seperti Nissan Leaf pertama, yang diperkenalkan tahun 2010, Nissan jauh tertinggal dari para pesaingnya.

Perusahaan pada 2023 hanya menjual 130.000 kendaraan listrik di seluruh dunia, jauh lebih sedikit dibandingkan dengan penjualan mobil listrik Tesla yang mencapai 1,81 juta unit.

Oleh karena itu, Nissan bermitra dengan Mitsubishi dan Honda dalam mengembangkan mobil listrik untuk pasar Tiongkok guna menghadapi persaingan ketat dengan merek-merek China seperti BYD.​​​​​​​

Baca juga: Mitsubishi akan bergabung dengan aliansi Honda-Nissan

Penjualan mobil Nissan di Amerika Serikat juga merosot 15,5 persen.​​​​​​​ Uchida menunjuk kurangnya model hibrida sebagai kendala utama penjualan.

Ketiadaan produk hibrida membuat Nissan belum bisa memanfaatkan peningkatan popularitas mobil hibrida di Amerika Serikat, tempat penjualan mobil hibrida meningkat 28 persen dari tahun ke tahun pada paruh pertama 2024.

"Semua orang (di Nissan) menyadari bahwa strategi produk dengan powertrain hibrida yang komprehensif di Amerika Serikat sangat dibutuhkan," kata Ketua Dewan Penasihat Dealer Nasional Nissan di Amerika Serikat, Tyler Slade.

​​​​​​​Selain itu, dua mobil listrik Nissan yang ditawarkan di Amerika Serikat, hatchback Leaf dan SUV Ariya, tidak memenuhi syarat untuk memperoleh insentif pajak kendaraan listrik.

Baca juga: Neta diwartakan hentikan produksi dan pangkas gaji karyawan

Baca juga: Penjualan mobil listrik China melonjak tinggi pada Oktober 2024

 

Pewarta:
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2024