Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Australia sedang mempertimbangkan bahan bakar nabati alternatif sebagai cara untuk mengurangi emisi dari industri transportasi.
Laman Drive, Senin (17/6), melaporkan bahwa minggu ini, pemerintah Australia mengumumkan mereka sedang menyelidiki cara-cara untuk meningkatkan produksi dan penggunaan bahan bakar nabati, yang juga dikenal sebagai bahan bakar cair rendah karbon (LCLF), dalam armada kendaraan berat, serta sektor penerbangan, kereta api, dan maritim.
Meskipun LCLF dapat diproduksi dari limbah padat kota dan tanaman pertanian, selama beberapa dekade para penghobi telah membuat biodiesel di rumah dengan menggunakan limbah minyak nabati untuk menyalakan kendaraan diesel yang lebih tua.
Baca juga: Indonesia luncurkan penerbangan berbahan bakar dicampur minyak sawit
Baca juga: Pemerintah terus dorong target bebas emisi karbon lebih cepat
Menurut mereka, bahan bakar nabati canggih, seperti bahan bakar penerbangan berkelanjutan dan diesel terbarukan, kompatibel dengan infrastruktur bahan bakar yang ada dan dapat menurunkan output karbon mesin, sekaligus mengurangi ketergantungan negara pada bahan bakar sulingan dari minyak mentah yang sebagian besar impor, sehingga meningkatkan ketahanan bahan bakar Australia.
"Negara kami saat ini mengekspor kanola dan lemak babi dalam jumlah yang signifikan setiap tahunnya, yang digunakan untuk memproduksi bahan bakar nabati di Eropa," ujar Menteri Infrastruktur, Transportasi, Pembangunan Daerah, dan Pemerintah Daerah, Catherine King.
King menyebut Australia menekankan masa depan negara dengan berkomitmen untuk memproduksi bahan bakar tersebut secara lokal.
"Industri bahan bakar cair rendah karbon Australia akan memanfaatkan sumber daya yang ada, menciptakan lapangan kerja baru di wilayah kami, dan memberikan solusi penurunan bahan bakar yang dibutuhkan sektor transportasi kami untuk membantu mereka dalam perjalanan dekarbonisasi," katanya.
Dalam anggaran terbaru, pemerintah Australia mengumumkan dana sebesar Rp302,4 miliar selama empat tahun untuk mengembangkan skema sertifikasi untuk LCLF, sebagai upaya untuk memastikan kualitas dan konsistensi bahan bakar nabati ini, dan memastikan keandalannya di semua mesin.
"Bahan bakar cair mencapai sekitar setengah dari penggunaan energi nasional akhir kita, dan sangat penting di sektor-sektor yang sulit untuk dialiri listrik seperti penerbangan, perkapalan, dan mesin-mesin konstruksi," kata Menteri Perubahan Iklim dan Energi, Chris Bowen.
Selain itu, dana sebesar Rp24,5 miliar selama dua tahun juga telah dikucurkan untuk mempelajari dampak, biaya, dan manfaat dari penciptaan industri LCLF di Australia.
Pemerintah Australia saat ini juga sedang mempertimbangkan perubahan pada cara pengenaan pajak bahan bakar nabati, serta hibah, insentif, dan apakah mandat harus diberlakukan untuk industri yang berpolusi berat.
Sementara perusahaan-perusahaan penerbangan Australia telah mulai menggunakan bahan bakar penerbangan yang berkelanjutan, Uni Eropa telah mewajibkan bandara-bandara untuk menggunakan campuran bahan bakar nabati sebesar dua persen pada tahun 2025 secara bertahap meningkat menjadi 20 persen pada tahun 2035.
Baca juga: Kementerian ESDM lakukan uji coba bahan bakar nabati B40
Baca juga: BRIN: Minyak sawit paling memungkinkan diolah jadi energi
Baca juga: Riset: Bahan bakar nabati salah satu strategi kurangi emisi karbon
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024