Jakarta Raya (ANTARA) - Produsen mobil Jepang menghadapi krisis penjualan di China yang disebabkan peralihan mobil bermesin konvensional ke kendaraan listrik, lapor Reuters pada Rabu (3/5) waktu setempat.

Total penjualan merek mobil Jepang di China turun 32 persen pada kuartal pertama tahun ini dibandingkan tahun lalu, menurut data industri yang dianalisis oleh Reuters.

Bukan hanya produsen Jepang, pabrikan Jerman Volkswagen juga mengalami perubahan bisnis di China. Kendati demikian, pabrikan Jepang lebih disorot karena tidak memiliki banyak model untuk bersaing di segmen listrik.

"Terutama pembuat mobil Jepang menghadapi persediaan mobil baru yang sedikit lebih banyak di China," kata Yasushi Matsui, kepala keuangan pemasok suku cadang Denso Corp.

Mitsubishi Motors Corp pekan lalu mengatakan telah menangguhkan produksi SUV Outlander di China selama tiga bulan dan akan memperlambat penjualannya di perusahaan patungannya dengan GAC Group.

Mitsubishi, seperti beberapa pembuat mobil Jepang lainnya, tidak mencetak angka penjualan yang signifikan di China, bahkan menurut data industri, penjualan mereka turun 58 persen dari tahun sebelumnya.

Nissan yang memiliki model Sylphy sebagai kendaraan terlaris di China selama tiga tahun justru tertinggal oleh mobil BYD Song yang merupakan plug-in hybrid buatan dalam negeri.

Melalui email, Nissan mengatakan telah menjual lebih dari 5 juta Sylphy di China selama bertahun-tahun. Mereka menyatakan telah memenuhi syarat untuk mendapatkan insentif kendaraan listrik di Guangzhou.

Nissan menyatakan saat ini sedang bekerja sama dengan pemerintah lokal di China untuk mendapatkan insentif mobil listrik demi meningkatkan penjualan mereka di China.

Baca juga: Nissan kenalkan kendaraan listrik baru khusus untuk pasar China

Baca juga: Luncurkan "X-in-1", Nissan ingin EV 30 persen lebih murah 2026

Baca juga: Nissan luncurkan New Terra VL 2.5 4x4 di GJAW 2023
Pewarta:
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023