Eropa tetap menjadi pasar terbesar kedua untuk mobil listrik, dengan pendaftaran baru meningkat hampir 70 persen menjadi 2,3 juta unit, di mana setengahnya merupakan model plug-in hybrid.

Di Amerika Serikat, penjualan melampaui setengah juta untuk pertama kalinya, tetapi pangsa pasar keseluruhan kendaraan listrik tetap jauh di bawah China dan banyak pasar Eropa.

Menurut International Energy Agency (IEA), China, Eropa, dan Amerika Serikat menyumbang sekitar 90 persen dari penjualan mobil listrik global, yang menggambarkan bahwa e-mobilitas tidak berkembang dengan kecepatan yang sama secara global.

Kebijakan pemerintah tetap menjadi kekuatan pendorong utama untuk pasar mobil listrik global, tetapi dinamisme mereka pada tahun 2021 juga mencerminkan tahun yang sangat aktif di industri otomotif.

Tesla sebagai pemimpin di pasar mobil listrik berbasis baterai (BEV) mencatatkan penjualan global 936.000 unit pada 2021, menguasai 21 persen pasar global segmen ini. Penyumbang terbesar penjualan Tesla adalah Model 3 yang dipasarkan dengan harga 35.000 dolar atau sekira Rp503 juta per unit.

Selain Tesla, duduk di lima besar penjualan terbesar mobil listrik tahun lalu adalah Volkswagen Group (757.994 unit), SAIC (termasuk SAIC-GM-Wuling) 683.986 unit, BYD 593.878 unit, dan Stellantis (hasil merger FCA dan PSA) 360.953 unit. Kelimanya mengusai 51 persen pasar global, menurut Inside EVs.

Baca juga: Pemimpin otomotif Inggris sebut China mainkan peran utama dalam elektrifikasi industri mobil

Biaya baterai

Jawaban dari kenapa mobil listrik mahal adalah komponen baterai. Baterai masih menjadi biaya ongkos produksi utama (terbesar) dalam sebuah kendaraan listrik dan akhirnya berpengaruh besar pada harga jual.

Menurut penelitian International Council on Clean Transportation (ICCT) pada 2019, biaya pembuatan sel baterai mencapai hingga 70 persen hingga 75 persen dari total ongkos produksi baterai secara keseluruhan.

Berdasarkan pernyataan produsen mobil Volkswagen, General Motors, dan Tesla, rata-rata biaya produksi baterai berbahan nikel kombalt aluminium oksida (NCA) pada 2018 berkisar antara 100 dolar (Rp1,4 juta) hingga 150 dolar (Rp2,1 juta) per kWh (kilo Watt hour).

Sedangkan untuk yang berbahan nikel mangan kobalt (NMC) yang diproduksi lebih terbatas, biayanya mencapai 150 dolar (Rp1,4 juta) hingga 200 dolar (Rp2,8 juta) per kWh. Artinya, semakin tinggi kapasitas baterai dan semakin jauh jangkauan kendaraan listrik, biayanya kian besar.
Sistem baterai moduler General Motors, Ultium.


Baca juga: PLN akan manjakan pemilik mobil listrik dengan layanan 'home charging'
Pewarta:
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022