Jakarta (ANTARA) - Akademisi sekaligus pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, mengatakan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) perlu digandeng untuk dapat masuk ke dalam rantai pasok di berbagai sektor industri, termasuk otomotif.

"UMKM sudah terbukti mampu sebagai salah satu tulang punggung yang menjadi ekonomi masyarakat di berbagai ekonomi yang terjadi. Namun selama ini mereka masih cenderung survive dan tumbuh sendiri-sendiri lalu berkembang menjadi motor penggerak ekonomi kreatif berbasis grass-root," kata Yannes kepada ANTARA, Senin.

Lebih lanjut, ia mengatakan jika pemerintah memang serius akan melibatkan UMKM untuk dapat masuk ke rantai pasok industri otomotif nasional hingga dapat turut bermain di lingkup regional bahkan global, maka penataan ulang kompetensi, standar mutu, kecepatan produksi harus menjadi dasar (baseline) yang perlu segera dibenahi secara konstruktif dan sistemik.

Hal ini dimaksudkan agar dapat mengikuti dengan kebutuhan pasokan komponen kendaraan; mulai dari lapis empat hingga lapis dua yang dibutuhkan oleh industri otomotif, minimal yang memiliki pabrik perakitan di Indonesia.

"Di sini, peraturan-peraturan yang ada harus diperjelas dan dipertegas agar tidak dapat dimultiinterpretasikan sesuai selera kelompok. Harus jernih. Semua aturan teknis yang bertentangan harus segera dihapus dan dapat dibuktikan langsung dengan menggantikannya dengan aturan baru yang kondusif dan mampu bersinergi dengan payung besar hukum yang sudah dibuat tersebut," jelas Yannes.

Baca juga: Volvo lipat tigakan produksi mobil listrik

"Di sini, lagi-lagi potensi bottle neck bisa saja terjadi. Respons unit kerja di seluruh jajaran teknis operasional belum tentu akan berjalan dengan cepat," ujarnya menambahkan.

Ia melanjutkan, tantangan budaya lain adalah perihal kecenderungan banyak industri manufaktur multinasional yang turut membawa serta industri-industri pendukung dari negaranya masing-masing untuk berinvestasi dan membangun pabrik di Indonesia.

"Hal ini tentunya berpotensi untuk membangun jejaring close-loop yang sulit ditembus oleh UMKM lokal, bahkan untuk UMKM yang sudah memiliki reputasi mutu dan harga yang kompetitif. Untuk itu, lagi-lagi ide ini harus didukung oleh aturan teknis yang jelas dan operasional serta benar-benar dikawal di lapangan. Bukan sekadar wacana saja. Ini membuatnya semakin tidak sederhana," ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo dalam pidato pada Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI Tahun 2021 di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin, mengatakan peningkatan kelas pengusaha UMKM menjadi agenda utama negara.

Presiden Jokowi mengatakan, berbagai kemudahan disiapkan untuk menumbuhkan UMKM, termasuk kemitraan strategis dengan perusahaan besar, agar cepat masuk dalam rantai pasok global.

"Hal ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk UMKM, serta meningkatkan pemerataan dan kemandirian ekonomi masyarakat," kata dia.

Perluasan akses pasar bagi produk-produk dalam negeri menjadi perhatian serius pemerintah. Program Bangga Buatan Indonesia juga terus digencarkan, sembari meningkatkan daya saing produk lokal dalam kompetisi global.

Pemerintah juga terus mendorong pengembangan ekosistem ekonomi digital untuk meningkatkan produktivitas masyarakat.

Partisipasi dalam ekonomi digital dinilai penting karena potensinya yang sangat besar dan mempermudah UMKM untuk masuk ke rantai pasok global. Tahun 2020, nilai transaksi perdagangan digital Indonesia mencapai lebih dari Rp253 triliun. Nilai ini diperkirakan akan meningkat menjadi Rp330,7 triliun di tahun 2021.

Baca juga: Nissan resmikan pabrik di Inggris untuk rakit mobil listrik baru

Baca juga: Renault gandeng dua mitra untuk pabrik baterai mobil listrik

Baca juga: Bahlil: Pabrik baterai mobil listrik mulai berproduksi 2023


 
Pewarta:
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021