Saat ini pengembangan swakemudi terhambat mahalnya harga riset serta tingkat kerumitan teknologi yang harus selalu dikembangkan oleh produsen otomotif, kata Thomas Sedran kepala kendaraan komersial Volkswagen.
Swakemudi membutuhkan infrastruktur berteknologi tinggi, sistem radar sangat mahal, serta kerja sama bisnis antara perusahaan teknologi yang melibatkan cloud computing dan pemetaan wilayah, kata Sedran.
"Butuh lima tahun lagi untuk mengembangkan teknologi untuk mencapai tingkat otonomi yang lebih tinggi. Bisakah Anda melihat bisnis dengan biaya setinggi itu dalam periode ini? Itu terlalu mahal," kata Sedran, dilansir Reuters, Kamis (7/3).
Sedran mengungkap, biaya untuk sensor, prosesor dan perangkat lunak pada kendaraan swakemudi bisa mencapai 56.460 dolar AS, sekira Rp804,2 juta.
"Kami ingin biaya teknologi sensor turun menjadi sekitar 6.000 hingga 7.000 euro," kata Sedran. "Ini membutuhkan lompatan kuantum, misalnya terkait inovasi teknologi Lidar".
Sedran saat ini berupaya mengevaluasi strategi swakemudi Volkswagen di bidang kendaraan komersial, meliputi layanan pengiriman jarak jauh yang menggunakan kendaraan van tanpa tanpa pengemudi.
Kendaraan itu akan berjalan seusai koordinat yang ditetapkan pada peta digital, melintasi rute-rute yang telah ditetapkan.
Di sisi lain, industri otomotif dan perusahaan teknologi Google dan Uber, menghabiskan dana besar untuk menciptakan kendaraan tanpa sopir. Di masa depan, strategi ini dinilai dapat menurunkan biaya layanan perjalanan dan pengiriman barang.
"Kompleksitas masalah ini seperti misi ke Mars," kata Sedran.
Sebelumnya, Volkswagen dan Ford sedang menggelar pembicaraan untuk berkolaborasi menciptakan kendaraan swakemudi. Namun keduanya belum menemukan titik temu terkait nilai investasi dan hal-hal yang akan dikembangkan di masa mendatang.
Baca juga: Mobil swakemudi Tesla tabrak robot jelang CES 2019
Baca juga: Startup pengiriman barang nirawak Nuro dapat kucuran dana Rp13 triliun
Baca juga: Amazon ikut berinvestasi teknologi swakemudi
Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2019