"Berdasarkan survei yang kami lakukan, konsumen menganggap mobil hibrid adalah lambang gengsi dan mewah. Ada pride-nya," kata Eksekutif GM PT Toyota Astra Motor (TAM) Franciscus Soerjopranoto di Jakarta, Senin.
Persepsi konsumen itu tentu saja terkait dengan kebijakan Pemerintah Indonesia yang masih menerapkan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) yang sama dengan mobil konvensional.
Padahal, mobil hibrid dengan teknologi yang lebih canggih pastinya lebih mahal dibandingkan kendaraan konvensional. Mobil hibrid memiliki dua mesin penggerak yaitu motor bensin dan motor listrik, sehingga lebih hemat bahan bakar dan ramah lingkungan.
Di negara maju, termasuk Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa, pembelian kendaraan ramah lingkungan mendapat insentif dari pemerintah, baik berupa pajak maupun potongan harga, sehingga harga kendaraan tersebut bisa bersaing dan mobil konvensional yang hanya berbahan bakar fosil.
Konsumen yang membeli mobil hibrid maupun kendaraaan rendah emisi lainnya di negara-negara tersebut, lebih pada pertimbangan kepedulian pada kelestarian lingkungan untuk mendukung udara yang lebih bersih dan sehat.
Kondisi itu berbeda dengan Indonesia. Seperti yang dikemukan Soerjo, sapaan Franciscus Soerjopranoto, mobil hibrid di Indonesia dipersepsikan kendaraan mewah. Diakuinya, TAM sebagai distributor utama Toyota di Indonesia hanya memasarkan kendaraan hibrid untuk menengah atas seperti sedan Camry dan van Alphard.
"Sedangkan Prius (pioner mobil hibrid Toyota) hanya dipasarkan on the spot, tergantung pesanan," ujarnya.
Menurut dia, harga Prius generasi ke-4 dengan mesin 2ZR-FXE 4-silinder 1.8L mencapai Rp850 juta per unit. Bandingkan dengan harga Toyota Altis dengan kapasitas mesin yang sama hanya sekitar Rp426 juta sampai Rp464 juta per unit (on the road Jakarta).
"Pajak kendaraan di Indonesia itu mencapai sekitar 40 persen, makanya selisih mobil hibrid dan biasa lumayan besar," kata Soerjo menanggapi mahalnya mobil hibrid.
Pihaknya masih menunggu kebijakan kongkrit Pemerintah Indonesia yang berencana menerapkan aturan semakin rendah emisi karbon (CO2), semakin rendah pula pajak kendaraannya.
Pemerintah Indonesia cq Menperin Airlangga Hartarto telah menargetkan pada 2025 sebanyak 20 persen produksi kendaraan harus bertenaga listrik.
Pewarta: Risbiani Fardaniah
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2017
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2017