Shizouka (ANTARANews) - Sejak mengembangkan mobil hibrid pertama tahun 1997 yaitu Prius, sampai sekarang, tidak kurang dari 34 model mobil Toyota menggunakan teknologi hibrid.

Teknologi tersebut merupakan andalan Toyota Motor Corp (TMC) untuk ekspansi pasar kendaraan ramah lingkungan atau green car di dunia.

"Sampai Mei 2016 Toyota telah menjual sekitar sembilan juta mobil hibrid di dunia," kata Grand Master Public Affair, TMC Hisashi Nakai kepada sekitar 100 jurnalis dari berbagai media di kawasan Asia Pasifik dan Timur Tengah, di Shizouka, Jepang.

Toyota memperluas penggunaan teknologi hibrid tidak hanya pada sedan kelas menengah atas, tapi juga menengah ke bawah yang kompak seperti mobil kota Yaris hingga segmen SUV (Sport Utilites Vehicle) seperti Harrier, dan kendaraan niaga (Dyna dan Toyoace).

Mobil hibrid buatan Toyota yang masuk ke Indonesia, menurut Eksekutif GM PT Toyota Astra Motor (TAM) Anton Jimmi baru ada dua yaitu Camry dan Aphard, di samping sedan mewah Lexus LS 600h.

Nakai mengatakan teknologi hibrid merupakan salah satu inisiatif Toyota untuk mengurangi emisi gas buang (CO2) guna menahan laju pemanasan global.

Toyota mengklaim penjualan kendaraan hibrid sebanyak sembilan juta unit sejak 1997-2016 tersebut sama dengan pengurangan 62 juta ton CO2 yang setara dengan 24 juta unit Toyota Land Cruiser.

"Selain itu juga menghemat 25 juta kiloliter bensin (gasoline)," kata Nakai.

Mobil hibrid adalah kendaraan yang pergerakannya dibantu mesin bensin dan mesin berbasis penggerak tenaga listrik yang tersimpan dalam baterai, sehingga lebih hemat konsumsi bahan bakar dan lebih sedikit menghasilkan emisi gas buang dibanding mobil biasa.

Baterai Salah satu kunci kehandalan mobil hibrid -- yang paling banyak diminati masyarakat di negara maju seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa, di samping Jepang -- adalah baterai, penyimpan tenaga listrik, yang biasanya terletak di bawah kursi penumpang bagian belakang.

Sejak Toyota secara ekspansif mengembangkan teknologi hibrid, TMC bersama Panasonic Corp membangun pabrik baterai, Primearth EV Energy Co, Ltd (PEVE) di Kosai, tempat kelahiran Sakichi Toyoda, sang pendiri industri otomotif terkemuka itu.

Dengan modal 20 miliar yen TMC dan Panasonic yang masing-masing memiliki saham 80,5 persen dan 19,5 persen itu, membangun pabrik baterai tersebut pada 1996.

"Sejak berdiri sampai sekarang, PEVE telah mengirim sembilan juta baterai untuk kendaraan hibrid," kata Wakil Presdir PEVE Yasuo Sasaki, ketika bertemu wartawan dari mancanegara, di Kosai, Rabu.

Dengan dukungan 3.743 tenaga kerja, PEVE melakukan riset, produksi, hingga pengujian yang intensif agar baterai yang dihasilkan memiliki kualitas handal dan daya tahan yang kuat.

Hal itu setidaknya diperlihatkan kepada para jurnalis, bagaimana PEVE menjaga kualitas baterai, mulai dari pengadaan bahan baterai nikel dan lithium, proses produksi, hingga pengujian yang ketat.

Mengingat mobil hibrid dipasarkan di seluruh dunia, keamanan dan daya tahan baterai menjadi perhatian utama PEVE dan Toyota.

"Kami menguji ketahanan baterai di sini, mulai dari cuaca ektrim -40 derajat celcius, sampai dengan 85 derajat celcius," kata. General Affair Grup PEVE Tomohiro Usui yang menemani jurnalis Indonesia dan Timur Tengah melakukan peninjauan pabrik.

Tidak hanya handalan di suhu ekstrim, baterai tersebut juga diuji terhadap bantingan dan benturan keras, terkait daya tahan baterai bila terjadi tabrakan fatal. Kemudian daya tahan terhadap getaran, kebakaran, dan jatuh.

"Bila ada masalah setelah (baterai) ada di pasar (mobil hibrid yang terjual), maka kami langsung melakukan penarikan bekerja sama dengan Toyota untuk meneliti dimana letak kesalahan apakah dari produksi atau sebab lain," kata Usui.

Sejauh ini, menurut dia, belum ada keluhan terhadap produksi baterai untuk kendaraan hibrid yang diproduksi di pabrik tersebut.

"Di papan itu tertera angka 2.381, yang menunjukkan selama angka itulah line pabrik ini telah memproduksi baterai tanpa cacat," ujarnya.
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016