Bangkok (ANTARA) - Pakar industri otomotif Thailand menilai sebagai pemimpin global dalam hal manufaktur new energy vehicle (NEV/kendaraan energi baru), China memberikan kontribusi besar dalam perjuangan mengatasi perubahan iklim, dan kapasitas produksi negara tersebut dalam industri pembangunan ramah lingkungan yang sedang berkembang ini masih jauh dari mencapai puncaknya.

Dalam wawancara dengan Xinhua belum lama ini, wakil presiden bidang industri dan pengembangan bisnis di Asosiasi Kendaraan Listrik Thailand (Electric Vehicle Association of Thailand/EVAT) Suroj Sangsnit menampik gagasan "kelebihan kapasitas" di sektor energi baru dan mengatakan bahwa upaya untuk membatasi peningkatan suhu global masih belum berhasil.

Suroj menambahkan bahwa mengadopsi transportasi nol emisi, seperti NEV, dapat menjadi pendekatan yang hemat biaya dan praktis guna mengatasi perubahan iklim dibandingkan dengan teknologi berkembang lainnya.

Tahun lalu, China mencatatkan peningkatan signifikan dalam adopsi NEV, dengan NEV mencakup sekitar 30 persen dari seluruh penjualan mobil. Lonjakan itu disebabkan oleh pesatnya pembangunan ramah lingkungan di negara itu dan booming pasar otomotif.

Ketika China menargetkan NEV untuk mencakup 45 persen dari penjualan mobil baru pada 2027 dan secara bertahap menghentikan penggunaan kendaraan bermesin pembakaran internal tua, Suroj menuturkan bahwa kapasitas produksi NEV masih tertinggal dibandingkan permintaan untuk beralih dari bahan bakar fosil ke transportasi berbasis listrik.

Badan Energi Internasional (International Energy Agency/IEA) memproyeksikan bahwa pada 2030, permintaan global untuk NEV akan mencapai 45 juta, atau 4,5 kali lebih tinggi dibandingkan pada 2022.

Suroj memandang para produsen mobil China, yang memanfaatkan keahlian teknologi mereka untuk mendirikan pabrik produksi dan membentuk usaha patungan di luar negeri, sebagai kontributor utama, membawa persaingan, kemajuan teknologi, dan keterjangkauan ke pasar Thailand. Kolaborasi itu juga menciptakan lapangan kerja dan mendorong transfer teknologi ke perusahaan-perusahaan lokal di Thailand.

"Negara-negara harus memprioritaskan kerja sama dibanding proteksionisme bila menyangkut pengembangan industri. Dengan bekerja sama, kita dapat berbagi pengetahuan dan teknologi sehingga memungkinkan setiap negara mencapai tingkat kemajuan yang sama," kata Suroj.
Pewarta:
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2024