Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Kornelius Simanjuntak mengimbau perusahaan asuransi untuk membayar klaim "water hammer" (kerusakan yang ditimbulkan jika air masuk ke dalam ruang pembakaran ketika mesin sedang bekerja).

"Kalau di dalam polis asuransi tidak ada klausa khusus yang mengatur soal pengecualian pembayaran kerugian akibat `water hammer` maka harus dibayar oleh perusahaan asuransi sejauh tidak ditemukan unsur kesengajaan," kata Kornelius Simanjuntak usai jumpa pers di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, "Water hammer" menggambarkan kerusakan yang ditimbulkan jika air masuk ke dalam ruang pembakaran ketika mesin sedang bekerja. Akibatnya, piston yang seharusnya mengkompress udara dan bahan bakar, harus mengkompress air yang masuk.

Air, lanjutnya,  adalah zat yang tidak bisa dikompress, maka akan terjadi tekanan sangat tinggi di dalam druang bakar yang mengakibatkan piston berlubang, setang piston patah serta blok mesin pecah.

Lebih jauh dia mengatakan jika mobil sudah terendam air maka jangan distarter karena  kalau coba dihidupkan maka air cepat terhisap ke mesin. Dia mengingatkan mobil masa kini berbeda jauh dengan mobil dahulu.

"Untuk menghindari perusahaan asuransi tidak memberikan klaim, maka jalan satu-satunya adalah membiarkan mobil yang terendam tersebut, dan menunggu sampai pihak asuransi membawa mobil derek untuk menarik mobil," ujarnya.

Ia menyarankan apabila ada genangan air, sebaiknya mobil jangan dipaksa menerjang banjir. Lebih baik secara pelan-pelan dan tidak digas paksa dalam menjalankannya.

"Apabila mesin mati pada saat kendaraan di tengah genangan air, jangan mencoba menghidupkan mesin kembali. Sebaiknya dorong ketempat yang aman. Kemudian buka oli, keringkan dan ganti dengan yang baru. Setelah itu barulah mobil bisa dihidupkan kembali," katanya.

Kepala Divisi Edukasi dan Agensi Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Hartono Purnomo mengatakan ada beberapa perusahaan asuransi yang menerapkan kebijakan tersebut.

"Namun tidak banyak, paling hanya 10 persen dari jumlah perusahaan asuransi. Lainnya tidak mengatur secara khusus," kata dia.

Menurut dia, perusahaan biasanya mencantumkan klausa khusus polis yang mengatur bahwa asuransi memperluas risiko banjir. Namun, perusahaan asuransi tidak menjamin kerusakan mesin apabila kemasukan air oleh sebab apapun. Jika aturan tersebut sudah dicantumkan, maka kerugian secara total akan menjadi tanggungan pemilik kendaraan.

"Namun, banyak perusahaan asuransi yang tidak mencantumkan klausa tersebut, sehingga kerap berdebat dengan pemegang polis karena terdapat satu klausa umum yang berbunyi mengecualikan kerugian yang mengakibatkan rusaknya kendaraan secara disengaja."

Dalam hal itu, lanjut dia, pemegang polis dan perusahaan asuransi sering berdebat bahwa `water hammer` masuk dalam kategori sengaja.

"Debat seperti ini tidak perlu, kami imbau bayar saja. Ini kan musibah. Pada intinya, setiap pemilik kendaraan berhak mendapatkan ganti rugi atas kerusakan kendaraan apabila memiliki polis asuransi yang mengatur perluasan perlindungan tentang banjir," ujarnya.

Perlindungan dan penggantian kerugian itu termasuk pencucian atau pembersihan kendaraan dari kotoran akibat banjir, penggantian kerusakan alat-alat elektronik dalam kendaraan bermotor dan lainnya.

(A063/S004)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013