"Gubernur DKI sudah menandatangani itu, jadi tinggal kita lihat aplikasinya seperti apa nanti, benar tidak itu dijalankan," kata Kepala Biro Fasilitasi Penanggulangan Krisis dan Pengawasan Energi Sekretariat Jenderal Dewan Energi Nasional, Saleh Abdurrahman, di Jakarta, Jumat.
Ini merupakan bagian dari pemerintah yang secara perlahan melakukan pergantian penggunaan bahan bakar di masyarakat mengingat tren ke depan, transportasi masih akan mendominasi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) di tanah air.
"Jadi, penggunaan premium dan sejenisnya masih akan tinggi, sedangkan penggunaan gas kecil," ujar dia.
Untuk berpindah dari BBM ke CNG setelah dipelajari tidak efektif menggunakan converter, karena itu, menurut dia, produsen terpaksa harus membedakan mobil dengan bahan bakar minyak dengan yang menggunakan CNG.
Maksudnya akan lebih baik kalau produsen mobil sudah memasang alat converter kit sejak mobil diproduksikan, karena selain akan lebih hemat juga akan lebih aman, kalau sekarang ini dipasang converter kit (termasuk pada mobil-mobil yang sudah agak tua) sehingga tidak sebaik jika dipasang oleh produsern mobilnya sendiri (alat converter kit yang dipasang ini harus memenuhi standar yang ditetapkan pemeintah).
"CNG ini bahkan sudah ditetapkan harga jual di tingkat end user, Rp3.100 per lsp (yang ditetapkan oleh Menteri Energi Sumber Daya Mineral)," katanya.
Keputusan penggunaan CNG di satu daerah, lanjutnya, berdasarkan kebijakan Pemda, jadi tidak dapat diketahui di daerah mana lagi perubahan penggunaan bahan bakar ini akan diberlakukan. Namun demikian, ia memastikan pemerintah pusat siap memasok gas untuk CNG ini secara berkelanjutan.
"Kita sudah siap. Kita tidak jual gas ke negara lain, itu kan kontrak-kontrak lama yang dijual ke negara lain sekarang pemerintah tidak lagi menjual gas keluar negeri, akan kita gunakan sendiri," tegas Saleh.
Secara perlahan BBM dapat digantikan sesuai kebijakan pemerintah tentang penggunaan BBM di tahun 2025 nanti yang hanya 20 persen dari penggunaan energi. Penggunaan CNG, ia meyakini dapat mengurangi penyelewengan dalam penggunaan minyak atau BBM.
Kalau kuota BBM subsidi itu sekitar 38 atau 40 juta kilo liter (KL), dan sekitar 10 persen bisa digantikan oleh BBG, maka apabila harga jual BBG sekitar Rp3100 hingga 3500 per liter setara minyak (lsp) dan harga BBM subsidi Rp4500, maka secara sederhana terdapat selisih sekitar Rp1000 per liter sehingga 3,8 juta kilo liter dikalikan dengan Rp1000 per liter menjadi sekitar Rp3,8 triliun atau Rp4 triliun.
(V002)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011
Copyright © ANTARA 2011