"Toyota di Indonesia tidak lagi melakukan perakitan, tapi telah membangun manufaktur," ujar Joko kepada ANTARA News, di sela-sela Indonesia International Motor Show ke-19, di Jakarta, Minggu.
Strategi bisnis Toyota di Indonesia itu dijalankan secara konsisten dan progresif. Melalui TMMIN, mereka tidak hanya membangun basis produksi mobil untuk pasar domestik, tapi juga ekspor untuk Innova, Fortuner, Avanza, dan Rush.
Sebagai hasilnya, tergambar jelas pada data pemasaran produk mobil di Tanah Air. Pada Januari-Juni 2011 Toyota masih mempertahankan kepemimpinan pasar mobil di Indonesia dengan penguasaan sebesar 37,9 persen atau 152.395 unit dari total pasar mobil sebesar 415.276 unit.
Ia mengatakan saat ini sejumlah mobil yang diproduksi Toyota di Indonesia memiliki kandungan komponen lokal mulai dari 50 persen ke atas.
Dia memberi contoh dua produk PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia, Toyota Innova yang memiliki kandungan komponen domestik 75 persen dan Fortuner yang sudah mencapai 50 persen.
Demikian pula dengan Avanza dan Rush yang merupakan produk kolaborasi dengan anak perusahan Toyota yaitu Daihatsu, komponen lokalnya telah mencapai masing-masing 85 persen dan 75 persen.
Berbagai produk yang diproduksi Toyota di Indonesia tersebut, lanjut dia, menjadi pemimpin pasar di kelasnya masing-masing.
"Toyota masuk ke Indonesia juga membawa para pemasok komponennya. Mustahil memiliki daya saing yang tinggi bila mengandalkan komponen impor," ujar Joko.
Oleh karena itulah, Toyota membangun basis produksi di Indonesia dengan melibatkan banyak pemasok komponen di dalam negeri, agar mudah mengendalikan pasokan ketika produksi meningkat dan menurun.
"Meskipun Indonesia telah menandatangani AFTA dan IJEPA, namun jika mengandalkan kendaraan CBU dengan tarif nol persen, tidak akan membuat mobil tersebut berdaya saing tinggi, karena ada ongkos logistik yang tidak murah," kata Joko. AFTA adalah pakta perdagangan bebas ASEAN sementara IJAFA merupakan kemitraan ekonomi Indonesia dengan Jepang.
Oleh karena itulah, lanjut dia, akan lebih baik membangun basis produksi di Indonesia bila permintaan mobil tersebut cukup tinggi. "Prinsipal pasti akan memilih membangun basis produksi di Indonesia, bila pasar mobil itu besar, setidaknya 5.000 unit/bulan. (ANT)
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011
Copyright © ANTARA 2011