Jakarta (ANTARA News) - Penyedia layanan kemitraan pertumbuhan bisnis Frost & Sullivan memperkirakan penjualan kendaraan bermotor roda empat atau lebih meningkat dengan pertumbuhan moderat 4,3 persen menjadi 797.258 unit pada 2011.

Namun, menurut Vivek Vaidya, Asia Pacific Vice President, Automotive and Transportation Practice Frost & Sullivan di Jakarta, Selasa, penjualan mobil bisa lebih tinggi lagi kalau ekonomi tumbuh baik, regulasi kondusif, tingkat suku bunga bisa ditoleransi dan kenaikan harga bahan baku tidak terlalu tinggi.

Ia mengatakan, bila tahun ini Produk Domestik Bruto (PDB) bisa tumbuh 6,5 persen, kenaikan harga bahan baku kurang dari 10 persen, suku bunga bank kurang dari enam persen dan pemerintah menunda pembatasan penggunaan bahan bakar bersubsidi sampai pertengahan tahun maka penjualan mobil bisa mencapai 849 ribu unit atau tumbuh 11 persen.

Proyeksi optimistis Forst & Sullivan tersebut tidak jauh berbeda dengan perkiraan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo).

Ketua I Gaikindo Jongkie D Sugiarto memperkirakan penjualan kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang pada 2010 mencapai 764.710 unit naik menjadi 800-850 ribu unit pada 2011.

Vivek juga memperkirakan, selama tahun 2011 permintaan mobil penumpang akan tumbuh sebesar 4,1 persen menjadi 563.933 unit sedang permintaan kendaraan komersial seperti truk dan pick up akan naik 4,5 persen menjadi 233.325 unit.

"Mobil penumpang tetap menjadi kontributor terbesar penjualan kendaraan Indonesia dengan sumbangan 70,7 persen," katanya.

Ia menambahkan dengan kondisi perekonomian yang terus membaik dan populasi penduduk yang besar dengan tingkat pendapatan makin tinggi, industri otomotif Indonesia berpotensi besar mencapai penjualan satu juta unit kendaraan bermotor pada 2014.

Country Director Frost & Sullivan Indonesia Eugene van de Weerd menambahkan, kendati peluang penjualan kendaraan cukup menjanjikan selama 2011 karena perbaikan ekonomi dan peningkatan pendapatan penduduk namun industri otomotif Indonesia juga harus menghadapi beberapa tantangan.

Tantangan yang dia maksud antara lain kenaikan pajak kendaraan bermotor, kenaikan bea balik nama kendaraan bermotor, kenaikan harga bahan baku sampai 10 persen dan rencana penerapan pembatasan penggunaan bahan bakar bersubsidi.

Jongkie mengakui kenaikan pajak, pembatasan penggunaan bahan bakar subsidi, dan kenaikan harga bahan baku memang akan berdampak terhadap penjualan mobil namun dia berharap dampaknya tidak besar.

"Pembatasan memang akan membawa dampak tapi kami harap tidak signikan kalau tidak ada sesuatu yang mengejutkan," katanya.

Antisipasi kemacetan
Peningkatan penjualan mobil tidak hanya mendorong pertumbuhan industri otomotif dan meningkatkan pemasukan negara namun juga berpotensi menimbulkan kemacetan lalu lintas.

Saat penjualan mobil mencapai 764.711 unit, penerimaan total negara dari pajak pertambahan nilai untuk barang mewah, pajak penghasilan, bea masuk dan yang lainnya mencapai Rp79,50 triliun per tahun.

Bila tahun ini penjualan mobil mencapai 800 ribu unit sampai 850 ribu unit tentu pendapatan negara juga makin besar. Namun jalanan perkotaan tentunya semakin padat, membuat arus lalu lintas tersendat.

Dalam hal ini pemerintah dituntut mencari solusi untuk mengatasi kemacetan lalu lintas akibat penambahan jumlah kendaraan bermotor.

Menurut konsultan Automotive and Transportation Practice Frost & Sullivan Indonesia Mario Montino, pemerintah sebaiknya menyelesaikan masalah kemacetan dengan mempelajari kebijakan yang diterapkan negara lain.

Vivek menambahkan pembatasan usia kendaraan bermotor dan penerapan pajak kepemilikan kendaraan secara progresif digunakan sejumlah negara untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.

Namun menurut Jongkie pembatasan usia kendaraan bermotor masih sulit dilakukan di Indonesia.

"Kami tentu akan senang kalau itu diterapkan tapi sepertinya sekarang masih sulit dilakukan di Indonesia, jadi lebih baik bikin sarana transportasi massal yang baik. Ini juga tidak akan mengurangi penjualan kendaraan bermotor," katanya.

Ia juga sependapat dengan Vivek soal penerapan kebijakan pajak kepemilikan kendaraan bermotor secara progresif untuk mengendalikan jumlah kendaraan bermotor yang beredar.

"Misalnya pajak mulai dikenakan pada kepemilikan kendaraan yang kedua. Tidak akan masalah bukan kalau orang kaya yang bisa membeli mobil lebih dari satu harus menanggung beban pajak besar," katanya.
(M035/S019/A038)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011