Tokyo (ANTARA) - Direktur Marketing PT Toyota Astra Motor (TAM) Anton Jimmi Suwandy mengatakan tingkat keawetan serta pengelolaan baterai mobil listrik menjadi salah satu faktor penting dalam pengembangan industri kendaraan listrik kedepannya.
Menurut dia, penting untuk memahami umur baterai dalam konteks baterai mobil listrik, baik jenis Battery Electric Vehicle (BEV) maupun hybrid. Umur baterai merujuk pada seberapa lama baterai dapat mempertahankan kapasitasnya untuk menyimpan dan melepaskan energi.
"Umur baterai pasti menjadi pertimbangan pelanggan,” kata Anton saat ditemui di Tokyo, Jepang, Selasa.
Ia mengatakan, pada umumnya umur baterai pada mobil listrik bisa bertahan paling cepat 10 tahun. Namun, umur baterai tergantung pada pemakaian pengemudi, bila kendaraan digunakan dan dirawat dengan baik, umur baterai bisa bertahan lebih lama.
"Rata-rata umur baterai 10 tahun, namun bisa lebih, tergantung pemakaian," jelas Anton.
Adapun harga satu unit baterai untuk kendaraan hybrid Toyota, Anton menyebut harganya berkisar antara Rp30 juta hingga Rp40 juta. Sementara untuk BEV, harganya bisa mencapai sepertiga atau setengah dari harga mobil.
Baca juga: Kemenperin: Emisi karbon mobil listrik tinggi karena proses baterai
Menurut dia, harga baterai mobil listrik hingga kini masih sangat tinggi, yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti biaya bahan baku yang belum stabil dan memerlukan teknologi kompleks dengan biaya tinggi.
Selain itu, produksi baterai mobil listrik hingga kini juga masih belum mencapai skala ekonomi yang sama dengan produksi baterai mobil konvensional. Semakin banyak baterai yang diproduksi, semakin rendah biayanya.
Namun, industri mobil listrik masih dalam tahap pertumbuhan, yang berarti masih sangat memungkinkan untuk mencapai biaya keseluruhan yang ideal di kemudian hari.
Anton menjelaskan, di Jepang, dimana teknologi mobil listrik telah menjadi salah satu yang terdepan dibanding negara lainnya, telah mampu menekan harga baterai, komponen paling mahal dari mobil listrik.
"Di Jepang modelnya sudah banyak baterai itu didaur ulang, jadi dari baterai-baterai rusak itu selnya diambil diolah dan dijual lagi menjadi baterai refurbished, harganya bisa jauh lebih murah," ujar Anton.
Harga baterai refurbished itu, bisa lebih murah hingga 50 persen dari baterai baru, dengan kapasitas baterai maksimum yang masih sangat layak pakai, yakni sekitar 75 persen atau lebih.
Anton pun optimistis, dalam jangka waktu sekitar lima tahun ke depan, Indonesia akan mampu mengikuti Jepang dalam langkah pengelolaan baterai tersebut, sehingga penggunaan mobil listrik akan semakin tinggi.
"Di Indonesia belum ada karena belum banyak baterainya, tapi kalau (penggunaan) baterai sudah banyak, bisnis itu bisa berkembang, di Indonesia menunggu populasi saja, lima tahun lagi bisa, kalau melihat perkembangan saat ini," Anton menambahkan.
Baca juga: Tesla investasikan $1 miliar perkuat pasokan baterai EV
Baca juga: LGES pasok baterai mobil listrik untuk Toyota dalam kontrak 10 tahun
Baca juga: BMW investasikan dana Rp1.6 triliun untuk uji coba baterai EV
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2023