Terlepas dari budaya bisnis Jepang yang unik dan penekanan kuat pada kualitas mungkin menghalangi beberapa perusahaan asing yang mencari uang cepat (quick money) untuk masuk ke negara itu, semakin banyak perusahaan China, dengan komitmen jangka panjang dan langkah-langkah solid, mulai meraih pijakan yang kuat di pasar yang sulit ditembus itu.
Pada 31 Januari 2023, produsen kendaraan listrik (electric vehicle/EV) terkemuka China BYD mulai menjual mobil SUV (sport utility vehicle) "ATTO 3" di Jepang, dengan dealer pertamanya dibuka di Yokohama.
Produsen otomotif tersebut juga berencana memperkenalkan dua model lagi pada akhir tahun ini dan memiliki lebih dari 100 dealer di Jepang hingga akhir 2025.
Mengingat Jepang sebagai produsen otomotif utama di dunia dengan tingkat loyalitas pelanggan yang tinggi terhadap merek lokal dan penetrasi EV yang rendah karena kendaraan hibrida masih menjadi andalan, terjunnya BYD ke pasar mobil penumpang EV di negara tersebut menandai langkah maju yang signifikan saat perusahaan tersebut berupaya membawa bisnisnya ke tingkat lanjut setelah lebih dari 20 tahun keterlibatannya di Jepang.
BYD pertama kali memasuki pasar Jepang pada 1999 dengan terjun di bisnis baterai. Perusahaan tersebut kemudian memperkenalkan bus listrik pada 2015, yang kini mencakup 70 persen pasar bus listrik di Jepang. Guna memenuhi kebutuhan para pelanggan Jepang yang sangat selektif, baik BYD dan Hisense mengadopsi pendekatan yang berbeda di negara itu.
Mengingat pangsa pasar EV di Jepang yang masih terbilang kecil, langkah BYD menarik banyak liputan media di negara tersebut, dengan beberapa orang melihat potensi perusahaan tersebut sebagai katalis untuk merangsang pasar secara umum.
Di sektor peralatan rumah tangga, perusahaan China Hisense Group kian dikenal. Produk-produk Hisense mulai dari televisi hingga kulkas semakin banyak ditemukan di toko-toko di negara itu yang telah lama dimonopoli oleh merek-merek lokal yang sudah mapan.
Pangsa Hisense di pasar TV Jepang mencapai 13,4 persen tahun lalu, menempati peringkat keempat. Jika termasuk merek TV Regza yang diakuisisi Hisense, pangsa pasarnya mencapai lebih dari 30 persen, menurut perusahaan riset BCN yang berbasis di Tokyo.
Li Wenli, manajer umum Hisense Jepang, mengaitkan kesuksesan besar Hisense di Jepang dengan sejumlah faktor, di antaranya keunggulan biaya, kerja sama dengan mitra lokal, dan strategi target pasar yang jelas yang berpusat pada permintaan konsumen dari usia 26 hingga 35 tahun.
Guna memenuhi kebutuhan para pelanggan Jepang yang sangat selektif, baik BYD dan Hisense mengadopsi pendekatan yang berbeda di negara itu.
Alih-alih menggunakan model penjualan daring (online) yang lebih efisien dan murah, BYD memutuskan untuk menggunakan model dealer offline.
Liu Xueliang, Manajer Umum Divisi Penjualan Mobil Asia-Pasifik BYD dan Presiden BYD Jepang, menjelaskan bahwa model dealer tradisional akan membantu menumbuhkan rasa kepercayaan di antara konsumen Jepang sekaligus menciptakan lebih banyak lapangan kerja lokal.
Demi memenangkan pelanggan Jepang, Hisense merancang ulang atau mengembangkan kembali produk-produknya di pasar tersebut. Perusahaan itu juga mendirikan pusat penelitian di Jepang guna mempelajari preferensi konsumen dan teknologi guna meningkatkan produknya.
Sementara lebih banyak perusahaan China yang bisnisnya mampu bertahan dari tahap pertama pengembangan di Jepang, mereka juga mengakui menemukan banyak tantangan untuk terus maju, seperti populasi di Jepang yang menua, persaingan sengit dengan perusahaan-perusahaan lokal, dan kurs mata uang yang tidak stabil.
Selain di sektor peralatan rumah tangga, Hisense juga secara aktif menjajaki peluang di area lain termasuk Internet of Things (IoT).
"Kami akan berinvestasi di area bisnis ke bisnis (business-to-business/B2B) untuk meningkatkan ketahanan perusahaan terhadap risiko dan mempercepat laju pengembangan," kata Li, demikian Xinhua dikutip Selasa.
Pewarta: Xinhua
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2023
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2023