Jakarta (ANTARA News) - Sebagian pelaku bisnis masih belum yakin pemerintah memiliki visi jangka panjang pengembangan industri otomotif, belum lagi tudingan bahwa industri ini biang polusi dan kemacetan. Lalu bagaimana sebenarnya mimpi pemerintah mengenai industri yang satu ini?.

Di sela-sela kesibukannya, Menperin Mohamad Sulaeman Hidayat atau yang akrab dengan panggilan MS Hidayat, menerima ANTARA di ruang kerjanya dan memaparkan lebih jauh mengenai visi pemerintah cq kementerian yang dipimpinnya mengenai arah kebijakan industri otomotif jangka panjang.

Secara detail mantan Ketua Umum Kadin Indonesia itu memaparkan peranan industri otomotif dalam perekonomian nasional, pandangan pemerintah mengenai mobil ramah lingkungan dan strategi menjadikan Indonesia sebagai basis produksi, bukan lagi perakitan, serta isu terkini terkait pajak progresif dan pembatasan penggunaan bahan
bakar minyak.

Berikut wawancara ANTARA dengan MS Hidayat yang didampingi oleh Dirjen Industri Alat Transportasi dan Telematika (IATT) Budi Darmadi, Senin siang (19/7).

ANTARA: Bagaimana menurut Pak Menteri peran industri otomotif dalam lima tahun terakhir terhadap pertumbuhan industri maupun perekonomian nasional, serta kontribusinya untuk pengurangan kemiskinan dan pengangguran?

MENPERIN: Industri otomotif terus berkembang. Sekarang saja pertumbuhan produksi mencapai 28 persen (2005-2009), di atas rata-rata pertumbuhan industri dalam periode yang sama sebesar 5,1 persen.

Kalau melihat trennya, tahun ini (permintaan otomotif) akan terus meningkat lebih dari 50 persen. Proyeksi produksi kendaraan roda empat tahun ini bisa mendekati 700.000 unit, sedangkan kendaraan roda dua bisa enam juta unit. Kemarin saya dapat konfirmasi dari para asosiasi.

Selain itu, industri pendukung juga terus tumbuh. Sekarang industri komponen sudah lebih dari 100 unit. Saya hanya ingin prospek ini berlanjut dan harapannya suatu saat nanti bisa melakukan pendalaman untuk memproduksi sendiri otomotif.

ANTARA: Apakah pemerintah sudah puas dengan pertumbuhan otomotif saat ini atau mengharapkan bisa lebih berkembang lagi?

MENPERIN: Seperti diketahui, basis produksi otomotif di ASEAN masih dipegang Thailand. Tapi sekarang ini saya kira Indonesia setara, karena banyak agen tunggal pemegang merek (ATPM) mulai berpikir untuk berproduksi di Indonesia.

Yang perlu dijaga adalah bagaimana pertumbuhan ekonomi yang stabil dan iklim investasi yang baik sehingga Indonesia dipertimbangkan sebagai basis industri baik untuk domestik atau pun ekspor.

ANTARA: Dalam kebijakan industri nasional, otomotif menjadi salah satu unggulan. Lalu bagaimana arah industri otomotif hingga 2025?

MENPERIN: Saya membayangkan dalam lima tahun ke depan ada sebuah embrio di sektor industri otomotif. Sekarang untuk produk tertentu misalnya "low cost eco car" seperti yang coba diwacanakan Kementeritan Perindustrian, bisa-bisa 80 persen desain ada di sini (dari dalam negeri).

"Ownership" tetap di (tangan) produsen besar, tetapi ada semacam sinergi dengan desainer-desainer lokal untuk membuat produk tersebut.

ANTARA: Lalu apa keunggulan Indonesia untuk menjadi tempat produksi?

MENPERIN: Sebagaimana diakui industrialis otomotif bahwa SDM (sumber daya manusia) kita berbakat dan penuh talenta. Sekarang ini ekspor otomotif kita ke mancanegara ditangani langsung oleh tenaga ahli Indonesia.

Indonesia secara geografis dapat juga menjangkau negara lain di dunia ini dengan mudah (strategis), ini menjadi perhitungan. Efisiensi biaya dari sisi ekonomi menjadi pertimbangan. Memang masih ada yang perlu dibenahi agar biaya produksi di sini menjadi lebih murah.

Tapi kalau melihat antusiasme produsen otomotif di Indonesia, bahwa produksi terus meningkat, ekspor terus meningkat, mereka sendiri mengatakan pada saya akan mempertimbangkan Indonesia sebagai basis produksi mereka. Saya melihat pada 2025 mimpi kita sebagai basis produksi bisa nyata.

ANTARA: Bukan hanya perakitan tapi produksi. Berarti industri komponen juga harus siap?

MENPERIN: Oh iya, kalau industri komponen sudah terbukti dari yang kecil sampai yang besar sudah menjadi "linkage" dengan industri otomotif yang ada.

(Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, saat ini terdapat 20 perusahaan perakitan mobil yang berhubungan dengan 150 industri komponen pada lapis pertama, dan 350 industri komponen lapis kedua. Sedangkan untuk industri sepeda motor ada 40 perusahaan perakitan dengan 195 industri komponen lapis pertama, dan 600 industri komponen lapis kedua)

ANTARA: Untuk jangka panjang, cetak biru industri otomotif hingga 2025 seperti apa?

MENPERIN: Kita sudah menyusun cetak biru rencana jangka panjang seluruh industri termasuk otomotif. Sekarang tahun per tahun pendalaman dari cetak biru dilakukan.
Prinsipal (otomotif) kami ajak untuk melakukan langkah-langkah ke sana.

ANTARA: Arah pengembangan jenis kendaraan ke depan seperti apa?

MENPERIN: Sedan kecil, "low cost car", MPV (multi purpose vehicle), mobil komersial, itu produk-produk yang punya potensi. Yang jangka pendek yang juga bisa berkembang itu seperti komponen mobil mewah, contohnya untuk mobil mewah dari Jepang.

ANTARA: Tema Indonesia International Motor Show 2010 masih seputar lingkungan, yakni "Eco-Technology Motoring". Tapi di satu sisi produsen melihat belum ada dukungan pemerintah untuk berkembangnya kendaraan "eco car" seperti hibrid sehingga harganya mahal. Apakah ada kebijakan pemerintah dukung itu?

MENPERIN: Kalau "eco car" bukan hanya Indonesia, tapi semua negara sadar bahwa produk "environment friendly" yang akan laku. Seperti gagasan Kementerian Perindustrian membuat "eco low cot car", ini ramah lingkungan karena (konsumsi bahan bakarnya) satu liter untuk 22 kilometer (km) dan harganya bisa di bawah Rp100 juta.

Sekarang kan mobil yang lalu lalang di depan kita (konsumsi bahan bakarnya) masih satu liter delapan kilometer. Kita juga sedang mendiskusikan soal mobil hibrid.

Keren tapi mahal, sehingga penjualan rendah. Tidak kompetitif. Tapi dengan kemajuan teknologi dan rangsangan dari pemerintah, saya rasa ada kesempatan (berkembang).

Akhirnya kita melihat produk ini pantas didukung, karena di negara lain juga mendukung itu. Satu waktu kita bisa menemukan formulanya supaya itu (mobil hibrid) dapat berkembang baik di tanah air.

Kriteria kita untuk "green car" memang satu liter untuk 22 kilometer. Konsumen (otomotif) kita masih banyak sepeda motor, siapa yang tidak punya motor? Di tengah meningkatnya mobilisasi masyarakat mobil "eco car low cost" menjadi penting disamping ditunjang dengan transportasi masal yang modern, seperti kereta api modern, MRT, subway, disamping infrastruktur jalan yang harus terus bertambah.

ANTARA: Perkembangan otomotif Indonesia sebenarnya "benchmark"-nya ke mana Pak?

MENPERIN: Kemarin saya diminta resmikan peluncuran Chrysler, mobil itu sebelum kamu lahir sudah berkeliaran di sini. Kalau belajar dari mereka (Chrysler) saat peluncuran kembali di Indonesia kemarin, saya rasa kita tidak bisa berkiblat ke satu negara di masa depan, tapi yang penting siapa yang mengembangkan "eco car" yang
kuat, yang akan berkembang.

Mereka yang sudah lama menjadi industri perakit di sini dan memberikan pembelajaran desain serta mekanis sehingga membantu sinergi manufaktur dengan industri pendukung lokal yang akan jalan. Karena sekarang era "global production". Tidak ada produk yang 100 persen berasal dari satu negara.

ANTARA: Banyak prototipe mobil dihasilkan anak bangsa, apakah ada kebijakan mengangkat mereka dan menjadikan sebuah mobil nasional?

MENPERIN: Itu tugas Dirjen saya (Dirjen Alat Transportasi dan Telematika Kementerian Perindustrian) yang mendeteksi keberadaan mereka. Kebiasaan masyarakat di sini memakai satu produk yang bagus, terjangkau, dan teknologinya bagus. Prototipe yang dihasilkan di dalam negeri harapannya dapat disinergikan dengan produsen otomotif yang sudah ada di sini. Tidak masalah dengan (siapa yang memproduksi) produsen
Jepang atau Korea, yang penting diterima di sini.

Mobil nasional negara lain juga awalnya seperti itu, melakukan sinergi dulu dengan produsen besar sebelum mereka berproduksi sendiri.

ANTARA: Bagaimana peluang investasi otomotif di Indonesia dibanding India untuk mengalahkan Thailand?

MENPERIN: Tanpa berharap bahwa politik Thailand membaik, saya melihat ini peluang dan yang wajib dilakukan adalah membuat iklim investasi baik, sehingga investor mau melihat.

Kompetisi dengan India saya melihat banyak faktor yang mereka (investor asing) mau melihat lebih ke Indonesia, karena itu iklim investasi harus tetap dijaga, termasuk pertumbuhan ekonomi.

ANTARA: Apakah pembatasan BBM dan kenaikan bea balik nama akan menghambat pasar otomotif?

MENPERIN: Pajak progresif dilakukan untuk pajak keadilan, siapa yang punya lebih (banyak) harus bayar lebih, jangan sampai orang mampu disubsidi oleh yang tidak mampu. Begitu pula dengan BBM.

Untuk kalangan menengah atas saya setuju mereka tidak disubsidi. Kendaraan umum, sepeda motor perlu disubsidi. Tapi pengguna sepeda motor sekarang rasanya lebih banyak yang menggunakan bahan bakar oktan tinggi. Jadi kalau saya pada dasarnya subsidi harus pada sasaran yang tepat.

Pembatasan BBM dan pajak progresif saya rasa tidak akan membuat pasar otomotif terhambat. Di luar negeri pun itu tidak menjadi masalah.


(T.V002*R016/S026)
Editor: Imansyah
Copyright © ANTARA 2010