Jakarta (ANTARA) - Jaringan Aksi Keselamatan Jalan (Jarak Aman) mendorong aturan lalu lintas yang dibarengi dengan infrastruktur pelengkap guna membangun budaya disiplin berkendara, demi menekan angka fatalitas kecelakaan lalu lintas.

Jarak Aman mengungkap berdasarkan data Korlantas Mabes Polri dan Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa Indeks kecelakaan lalu lintas (lalin) Indonesia menjadi perhatian karena naiknya angka fatalitas kecelakaan sebesar 33 persen menjadi 12,4 pada 2018 dibandingkan 2009 yang hanya 8,6.

Artinya, pada 2018, dari 100 ribu penduduk, ada 12 orang meninggal akibat kecelakaan. Adapun pada 2009, dari 100 ribu penduduk, sembilan orang meninggal akibat kecelakaan.

"Namun, dari sisi kasus, terjadi penurunan 22,2 persen menjadi 7,4 dari sebelumnya 9,3. Artinya, dari 10 ribu kendaraan ada sembilan kecelakaan pada 2019, sedangkan 2018 hanya tujuh kendaraan," ujar Koordinator Jaringan Aksi Keselamatan Jalan (Jarak Aman) Edo Rusyanto dalam diskusi virtual "75 Tahun RI, Sudahkan Kita Merdeka di Jalan Raya", Selasa.

Edo menilai, dari data itu bisa disimpulkan bahwa fatalitas meningkat setelah UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) berlaku, sehingga menjadi perhatian semua pihak, termasuk industri otomotif selaku pemasok kendaraan.

Edo menegaskan, kecelakaan lalu lintas juga menyebabkan kemiskinan. Berdasarkan penelitian Sekolah Tinggi Manajemen Transportasi Polri, 62,5 persen keluarga korban meninggal dunia jatuh miskin, sedangkan 13 persen keluarga korban luka berat miskin, 7 persen dapat pulih, dan 67 persen tingkat kesejahteraannya turun.

Dia menegaskan, Indonesia sudah mengalami bongkar pasang aturan lalu lintas. Pada era orde baru, ada UU No.14 tentang LLAJ, yang direvisi menjadi UU No 22 tahun 2009.

Adapun pemerintahan Joko Widodo tengah menyiapkan revisi UU No. 22 tahun 2009 tentang LLAJ yang sudah masuk prolegnas. Pemerintah sekarang juga menyiapkan RUU Angkutan Daring.

Baca juga: Puluhan komunitas motor gelar aksi simpatik keselamatan jalan

Baca juga: Polisi: jarak aman antar kendaraan lima belas meter


Infrastruktur bangun budaya disiplin

Edo menyarankan, penegakan aturan harus dilengkapi infrastruktur agar masyarakat mau patuh. Contohnya, dahulu, banyak kendaraan naik trotoar lantaran sisinya miring.

Namun, hal itu sudah tidak terjadi begitu sisi trotoar dibuat tegak.

"Dari pengamatan kami, untuk membangun budaya disiplin harus dipaksa juga dengan menutup celah pelanggar. Contoh, jika ada celah melawan arus, ada pelanggar yang masuk," kata dia.

Kasubdit Kamsel Ditlantas Polda Metro Jaya Herman Ruswandi menegaskan, pada 2019, kasus kecelakaan mencapai 8.877, dengan meninggal dunia 559 orang dan luka2 8.318. Jumlah itu naik dari 2019, yakni 5.903 kasus, korban meninggal 567 orang, dan luka-luka 5.336 orang.

Faktor penyebabnya adalah manusia, kendaraan, jalan, dan lingkungan.

Pemerintah, kata dia, menunjuk lima instansi untuk bersinergi menciptakan keselamatan di jalan raya, yakni Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Ristek, dan Polri. Selain itu, diperlukan pula partisipasi masyarakat.

"Sesuai Pasal 257 UU LLAJ, partisipasi masyarakat dapat dilakukan perseorangan, kelompok, organisasi profesi, badan usaha, dan organisasi kemasyarakatan," kata dia

Menurut dia, upaya mencegah kecelakaan ada tiga, yakni pendidikan, edukasi, dan penegakan hukum. Di bidang pendidikan, Polri telah meneken nota kesepahaman dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tentang mewujudkan pendidikan berlalu lintas dalam pendidikan nasional.

Dari sisi penegakan hukum, dia menuturkan, Polda Metro Jaya telah memasang electronic traffic law enforcement (ETLE), yang menggunakan perangkat elektronik dan rekaman elektronik di Jakarta.

Awalnya, ETLE hanya mendeteksi pelanggaran lampu merah dan pelanggaran marka jalan. Namun kini, ETLE sudah dapat mendeteksi pelanggaran lampu merah, pelanggaran marka jalan, pelanggaran batas kecepatan, tidak menggunakan sabuk pengaman dan menggunakan ponsel saat berkendara.

Kamera ETLE tahap I diterapkan antara lain di Jalan Merdeka Selaan, Sarinah arah Hotel Indonesia, dan JPO Hotel Sultan. Pada tahap II, terdapat delapan kamera di Jakarta Selatan, 18 kamera di Jalan Sudirman, delapan kamera di Jakarta Timur, dan 11 kamera di Jakarta Pusat.

"Pengembangan ETLE tahap II dibiayai hibah Pemprov DKI Rp 38,5 miliar," kata dia.

Dia menyatakan, ETLE akan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap keselamatan jalan. Sebab, kecelakaan umumnya diawali dari pelanggaran. Soal rekayasa, Polri bekerja sama dengan para pemangku kepentingan untuk melakukan rekayasa lalin untuk mengurai kemacetan dan menekan pelanggaran lalin.

Bekali keterampilan berkendara

Aan Gandhi Mulia Pawarna, trainder director Global Defensive Driving Center (GDDC), menyatakan bahwa berkendara di jalan raya Indonesia adalah pekerjaan berbahaya. Sebab, 30 ribu orang tewas setiap tahun di jalan raya Indonesia. Mereka bisa menjadi penyebab, terlibat, dan korban kecelakaan.

"Saya berani bilang mengendarai sepeda motor adalah aktivitas paling berbahaya di Indonesia," kata dia.

Dia menegaskan, ada tiga faktor penyebab kecelakaan, yakni manusia, kendaraan, dan alam. Dari ketiga faktor itu, manusia paling dominan, yakni sekitar 90 persen.

Oleh karena itu, dia menuturkan, pengendara pengendara harus memiliki keahlian berkendara (skill) sebagai senjata pertahanan diri saat berkendara. Kasusnya sama seperti tentara yang harus memiliki senjata saat terjun ke medan perang.

"Jadi, pengendara motor juga harus memiliki senjata saat turun ke jalan raya," kata dia.

Baca juga: Puluhan komunitas motor gelar aksi simpatik keselamatan jalan

Baca juga: Gabungan lima komunitas gelar aksi simpatik pakai helm
Pewarta:
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020