Penjualan kendaraan mewah asal Jerman mengalami penurunan hampir 19 persen, menjadi sekitar 870.000 mobil pada Q1. Kendati demikian, penjualan merek itu mencapai hasil yang bagus di China pada Q2.
CEO Daimler, Ola Kaellenius mengatakan meski adanya peningkatan pada penjualan di China, kerugian dari bisnis dalam beberapa bulan terakhir tidak akan selesai hingga akhir tahun.
Baca juga: INEOS pertimbangkan pabrik mobil pertama, antara Inggris atau Prancis
Baca juga: Truk hidrogen Daimler dan Volvo bakal dirilis mulai 2025
"Sasaran efisiensi kami sebelumnya mencakup transformasi yang akan datang, tetapi bukan resesi global. Itu sebabnya kami semakin mempertajam jalur kami," kata Kaellenius, yang dikutip dari Reuters, Jumat.
Daimler melaporkan hasil kuartal kedua pada 23 Juli dengan penurunan penjualan signifikan, laba operasi grup yang negatif yang berdampak pada arus kas mereka.
Perusahaan mengharapkan adanya pemulihan ke tingkat yang lebih baik, namun mereka menyadai krisis yang disebabkan virus corona memakan waktu yang lebih lama.
"Penjualan unit, pendapatan, dan pendapatan grup cenderung lebih rendah tahun ini daripada 2019," katanya, seraya menambahkan bahwa Daimler dapat meningkatkan produksi dengan cepat begitu permintaan meningkat lagi.
"Pada bulan Juni, pengiriman mobil ritel global sedikit di atas tingkat tahun sebelumnya lagi," kata Kaellenius.
Baca juga: Mercedes-BMW tunda bentuk aliansi swakemudi
Baca juga: Daimler mulai kirim truk listrik Fuso eCenter ke pelanggan
Baca juga: Saham Jerman berakhir melonjak, saham Daimler naik di atas 7 persen
Pewarta: Chairul Rohman
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020