Jakarta (ANTARA) - Mantan bos Nissan Carlos Ghosn telah dipanggil untuk diinterogasi oleh jaksa penuntut umum Libanon atas pemberitahuan Interpol yang dikeluarkan oleh Jepang.

Pemberitahuan itu menyerukan penangkapannya atas tuduhan pelanggaran keuangan setelah ia melarikan diri bulan lalu menjelang persidangan.

Dilaporkan Reuters, dalam persidangannya pada Rabu (8/1) waktu setempat, Ghosn mengatakan bahwa ia siap untuk tinggal lama di Libanon, yang tidak mengizinkan ekstradisi warga negaranya.

Seorang sumber yang dekat dengan pria berusia 65 tahun itu mengatakan tim hukumnya mendorongnya untuk diadili di negara tersebut.

Jaksa juga dijadwalkan untuk mendengar pernyataan Ghosn terkait dengan keluhan hukum atas kunjungan yang dilakukan Ghosn ke Israel sebagai kepala eksekutif aliansi Renault-Nissan pada 2008, kata kantor berita Libanon.

Ghosn mengatakan selama konferensi pers bahwa ia telah melarikan diri ke Libanon, rumah masa kecilnya, untuk membersihkan namanya dan siap untuk diadili di mana pun ia bisa mendapatkan persidangan yang adil.

Pejabat Libanon mengatakan tidak perlu mengambil tindakan hukum terhadap Ghosn karena ia memasuki negara itu secara resmi dengan paspor Prancis.

Pada hari Selasa (7/1), duta besar Jepang untuk Libanon meminta kerja sama yang lebih besar dari Presiden Michel Aoun dalam menangani kasus ini.

Baca juga: Carlos Ghosn naik Shinkansen ke Osaka sebelum tinggalkan Jepang

Baca juga: Carlos Ghosn pakai jet ilegal tinggalkan Jepang, dibantu "orang dalam"

Tiga sumber yang dekat dengan Ghosn mengatakan dia bertemu Aoun setelah melarikan diri dari Jepang. Dalam konferensi pers hari Rabu (8/1), Ghosn menolak untuk mengatakan dengan siapa dia bertemu di Libanon.

Pertemuan antara Aoun dan Ghosn belum diumumkan kepada publik dan penasihat media, dan kantor presiden membantah bahwa kedua pria itu telah bertemu.

Ghosn mengatakan tentang keluhan yang diajukan oleh sekelompok pengacara Libanon atas kunjungan yang ia lakukan ke Israel.

Keluhan itu menyatakan dirinya melakukan perjalanan sebagai warga negara Prancis dan eksekutif Renault untuk menandatangani kontrak dengan perusahaan Israel yang didukung negara terkait penjualan kendaraan listrik.

"Saya diharuskan pergi karena dewan meminta saya untuk pergi. Mereka menganggap saya orang Prancis dan direktur perusahaan (di) Prancis," katanya.

Selama kunjungan itu, Ghosn bertemu dengan mantan perdana menteri Israel Ehud Olmert, yang menjadi perdana menteri pada saat perang 2006 antara Israel dan kelompok Libanon yang didukung Iran, Hizbullah.

Hampir 1.200 warga Libanon, sebagian besar warga sipil, tewas dalam perang 2006 dan 158 orang tewas di Israel, sebagian besar di antaranya adalah tentara.

"Tentu saja saya minta maaf atas kunjungan ini dan saya sangat menyesal bahwa orang-orang Libanon terkena dampaknya. Hal terakhir yang ingin saya lakukan adalah melukai orang-orang Libanon," kata Ghosn.

Dia juga menawarkan untuk menggunakan keahliannya untuk membantu Libanon, jika diminta, karena bergulat dengan krisis keuangan, meskipun "tidak sebagai politisi".

"Saya hari ini bangga menjadi orang Libanon dan jika ada negara di dunia yang mendukung saya dalam kesulitan-kesulitan ini, itu adalah Lebanon," tambah Ghosn.

Baca juga: Dubes Jepang minta kerja sama Beirut untuk penyelidikan Ghosn

Baca juga: Istri Ghosn tuding surat penangkapannya seperti tindakan balas dendam

Baca juga: Pernyataan Nissan atas pelarian Ghosn ke Lebanon

Pewarta:
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2020