Toyota sebagai pemimpin pasar otomotif di Indonesia, memperkirakan penjualan mobil secara nasional akan turun kurang dari 10 persen. "Bila tahun lalu (penjualan mobil secara nasional) 1,2 juta unit, maka tahun ini (turun) ke arah 1,1 juta unit," ujar Samulo.
Indikasi penurunan tersebut, menurut dia, terlihat dari kondisi pasar Januari-Pebruari yang di bawah estimasi. Selain itu, lanjut dia, anggaran dari pemerintah belum turun untuk menstimulasi kegiatan ekonomi. Ditambah lagi, nilai tukar rupiah yang masih bertengger pada angka di atas Rp12.000 per dolar AS, kemudian harga komoditas pertambangan dan perkebunan pun cenderung turun.
"Kondisi itu membuat kalangan swasta tidak mau gegabah melakukan pembelian (mobil), masyarakat pun 'wait and see' untuk membeli," kata Samulo. Kendati demikian, ia melihat ada titik cerah ketika penyaluran anggaran pemerintah mulai menunjukkan kenaikan sejak Maret dan April, yang diharapkan bisa mendongkrak penjualan mobil pada semester kedua tahun ini. "Sejak Maret pengeluaran pemerintah terus meningkat, Rp80 triliun per bulan," katanya.
Kalau pengeluaran pemerintah terus meningkat, ia optimistis pada semester kedua akan ada kenaikan penjualan, meskipun belum menutupi penurunan pasar mobil pada triwulan pertama. "Toyota sendiri tetap memproyeksikan pangsa pasar 32,5 persen seperti tahun lalu," ujar Samulo.
Oleh karena itu, diakuinya, bila pasar mobil secara nasional turun, maka penjualan Toyota juga akan turun. Dalam kondisi pasar yang lesu itu, kata dia, TAM tetap melakukan aksi, termasuk peluncuran model baru sesuai rencana.
"Tidak ada penundaan soal itu, karena peluncuran model baru sudah dirancang lima tahun sebelumnya," kata dia.
Untuk menghela pasar, pihaknya berupaya membantu konsumen antara lain melalui bunga kredit kepemilikan kendaraan yang terjangkau dan membantu konsumen menjual mobil lama mereka.
"Sekitar 50 persen pembeli mobil Toyota adalah mereka yang memberi mobil baru setelah mobil lamanya terjual lebih dulu. Jadi kami akan bantu jual (mobil lama mereka) dengan harga yang bersaing," ujar Samulo.
Sementara itu CEO Kalla Toyota Hariyadi Kaimuddin mengatakan pasar mobil, khususnya di wilayah Indonesia Timur, masih ada dari konsumen yang memiliki pendapatan tetap, bukan dari kalangan dunia usaha. "Permintaan ada, cukup besar, yang terlihat dari jumlah SPK (surat pemesanan kendaraan), tapi realisasinya menjadi DO (delivery order) kecil," katanya.
Ia mencontohkan bila sebelumnya realisasi pembelian mobil mencapai 90 persen dari total SPK. Namun kini hanya tinggal 60-70 persen.
"Kebutuhan dan minatnya masih besar, tapi uangnya tidak ada," ujar Hariyadi.
Pewarta: Risbiani Fardaniah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015