Jakarta (ANTARA) - Butuh komitmen dan langkah nyata bersama untuk mengatasi polusi udara di ibu kota Jakarta yang belakangan memburuk, bahkan indeksnya sempat mencapai 170 atau masuk dalam kategori tidak sehat atau terburuk di dunia.

"Butuh langkah nyata dan konkret bersama, jadi harus jelas siapa melakukan apa, dan dijalankan," kata Wakil Presiden Direktur Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam dalam bincang-bincang dengan media, di sela pameran otomotif GIIAS 2023 di kawasan ICE, BSD City, Tangerang, Banten, Jumat sore (18/8). 

Menurut Bob Azam, agar langkah perbaikan lingkungan, dalam hal ini kualitas udara di Jakarta dan sekitarnya yang sudah semakin mengkhawatirkan, maka perlu kebijakan tegas dan langkah nyata. Dalam hal elektrifikasi kendaraan, misalnya, ini harus dimulai dari transportasi publik.

Transportasi publik harus menjadi prioritas program elektrifikasi untuk pengurangan emisi CO2, karena sektor ini relatif lebih mudah untuk dikontrol sebelum ke kendaraan pribadi.

Baca juga: KLHK tegaskan polusi udara di DKI Jakarta bukan bersumber dari PLTU

Kemudian, prioritas lainnya adalah sektor fleet, seperti angkutan logistik, kendaraan-kendaraan operasional perusahaan dan lembaga serta institusi pemerintah, kata Bob.

"Jadi ini lebih ke mindset ya, kalau memang harus segera beralih ke kendaraan yang lebih ramah lingkungan, ya harus segera diterapkan dengan disiplin, targetnya juga harus jelas. Siapa melakukan apa, kapan, dan bagaimana," tegas Bob Azam.

Menyinggung mengenai gas buang kendaraan bermotor yang sering dituduh sebagai penyebab polusi utama di Jakarta dan sekitarnya, Bob Azam mengatakan ada beberapa sektor yang menyumbang polusi di ibu kota, dan sektor transportasi (road transport) menyumbang 57 persen.

Berdasarkan studi kolaborasi yang telah dijalankan bersama TMMIN, Pemprov DKI Jakarta, dan Institut Teknologi Bandung 2018, emisi NOx dari road transport berkontribusi 57 persen, sedangkan 43 lainnya disumbang dari pembangkit listrik, industri, dan rumah tangga. 

Pada transportasi jalan raya, NOx terbesar berasal dari heavy duty yang menyumbang 46 persen, dan ini sejalan dengan pendapat Bob Azam yang menekankan bahwa elektrifikasi pada angkutan logistik juga sangat penting karena dampaknya akan besar.

Demikian juga dalam hal PM2.5, terbesar juga berasal dari heavy duty vehicle yang angkanya mencapai 20 persen, sedangkan untuk emisi SOx terbesar berasal pembangkit listrik, mencapai 64 persen.

Sementara emisi CO terbesar dalam sektor transportasi (95%), sebesar 50 persennya berasal dari sepeda motor. Hal ini bisa menjadi alasan kuat bahwa elektrifikasi pada kendaraan roda dua juga akan sangat besar pengaruhnya bagi kualitas udara.

Secara detail, studi itu menyimpulkan bahwa penyebaran emisi CO2 di Jakarta, 36 persen berasal dari road transport, dari pembangkit listrik--dalam hal ini PLN--juga 36 persen, dan dari rumah tangga 13 persen. 

Baca juga: Heru: Luhut instruksikan semua kementerian berlakukan WFH

Perlu lompatan

Bob Azam mengatakan perlu lompatan riil untuk mengatasi buruknya kualitas udara di Jakarta dan sekitarnya, mulai dari elektrifikasi kendaraan hingga penerapan standar emisi yang ketat. "Di negara-negara lain sekarang sudah mengarah ke Euro6, kita masih mau ke Euro4. Ini kan perlu upaya serius untuk mengejar ketertinggalan."

Menurut Bob Azam, jika ingin mengejar ketertinggalan, Indonesia sebenarnya bisa segera mengimplementasikan kebijakan standar emisi Euro5 dengan tegas dan jangan lagi alasan dampak ekonomi menjadi hambatan. Jika kebijakan dan implementasinya konsisten, rencana aksinya jelas, industri bakal melakukan adjustment (penyesuaian) dengan baik.

"Di negara lain ini bisa berjalan dengan lebih cepat karena mindset mereka bahwa dalam green economy ada banyak peluang baru yang menguntungkan. Jadi, bukan semata-mata investasi yang tinggi saja, tapi lihat juga peluangnya," katanya.

TMMIN, sebagai manufaktur kendaraan Toyota di Indonesia, kata Bob Azam juga tidak keberatan jika standar Euro5 segera diimplementasikan secara nyata, karena selama ini TMMIN telah banyak mengekspor kendaraan-kendaraan berspesifikasi Euro5.

"Jadi kalau industri itu pasti bakal melakukan adjustment kalau memang itu kebijakan yang harus dijalankan. Mereka tuh paling jago loh untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian yang penting implementasi dan kebijakannya konsisten," kata Bob menambahkan.

Baca juga: Masyarakat diimbau sirami halaman dan jalanan, kurangi polusi udara
Pewarta:
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2023