Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Harya Setyaka Dillon mengharapkan adanya pengembangan atau reformasi terkait kebijakan tata kelola transportasi perkotaan yang tidak hanya memprioritaskan manfaat kendaraan listrik untuk pribadi, tetapi juga untuk kebutuhan publik secara umum.

Reformasi kebijakan untuk kebutuhan publik tersebut juga mesti mengedepankan inovasi ke transportasi berkelanjutan yang didukung dengan kemajuan teknologi.

"Elektrifikasi kendaraan harus masuk ke dalam agenda RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) sehingga upaya dari semua sektor saling sinkronisasi dan terhubung agar pembangunan ekonomi menjadi lebih nyata," kata Harya dalam diskusi daring di Jakarta, Jumat.

Dalam kesempatan tersebut, Harya berpendapat bahwa kendaraan bus listrik terbukti memiliki manfaat lebih besar untuk lingkungan dan menghindari kepadatan kendaraan di jalan.

Baca juga: Kemenkeu: Insentif PPN mobil dan bus listrik berlaku hingga Desember

"Saran lainnya adalah kembali mengencangkan skema insentif sehingga kendaraan berbahan bakar fosil bisa segera dipensiunkan. Terakhir, pengolahan limbah baterai dari mobil bekas agar bisa dipergunakan kembali untuk energi terbarukan sebagai bagian dari upaya penurunan emisi gas rumah kaca secara keseluruhan,” kata Harya.

Sementara itu, Direktur Program Trend Asia Ahmad Ashov Birry menilai peta jalan saat ini belum terlihat dengan jelas baik dalam membangun transisi energi terbarukan ataupun kebijakan tentang kendaraan listrik.

Ia menegaskan agar pemerintah dan pelaku industri sebaiknya tidak hanya fokus terhadap kontribusi kendaraan listrik secara ekonomi, tetapi juga menjamin keseimbangan antara perlindungan hak asasi manusia dan ekologis.

"Kendaraan listrik memang direncanakan untuk mengurangi emisi karbon. Tapi ingat, ada peningkatan cemaran toksisitas pada manusia karena penggunaan logam, bahan kimia, dan energi yang lebih besar untuk produksi mesin penggerak dan baterai tegangan tinggi. Karena itulah, elektrifikasi harus dipandang sebagai salah satu cara, bukan satu-satunya cara,” kata Ashov.

Baca juga: Kadin: Program insentif dukung RI jadi raksasa kendaraan listrik

Lebih lanjut, Ashov menyebutkan bahwa transformasi ke kendaraan listrik perlu memperhatikan beberapa faktor penting di antaranya pemerintah harus mengambil sikap tegas dengan tidak lagi mengeluarkan izin pembangunan PLTU baru dan percepatan proses pensiun dini PLTU yang sedang beroperasi, serta beralih pada energi terbarukan.

"Sumber utama penghasil energi listrik bukan dari PLTU batu bara.Kita berharap yang hijau bukan hanya yang di-charge-nya, tapi dari mana energinya berasal,” ujarnya.

Selain itu, penting adanya pelibatan publik sepanjang proses pembukaan lahan tambang nikel, termasuk mendengarkan umpan balik yang diberikan masyarakat atas kebijakan transisi kendaraan listrik,

"Jangan menjadikan kendaraan listrik sebagai solusi palsu untuk mitigasi iklim, seperti pemberian subsidi kendaraan listrik pribadi dan pembukaan tambang nikel yang mengancam lingkungan dan mementingkan kelompok tertentu," kata Ashov.

Baca juga: Mayasari Bakti tambah 22 unit bus listrik pada 2023

Baca juga: PT INKA libatkan tim perawat bus listrik dukung transportasi hijau G20

Baca juga: TransJakarta dan Perum PPD kerja sama pengadaan 26 bus listrik


 
Pewarta:
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2023