"Produsen mobil akan berisiko kehilangan kekuatan harga saat pemulihan pasokan chip," kata Tavares pada pameran CES di Las Vegas, dikutip dari Reuters, Jumat.
Komentar tersebut muncul karena kurangnya keterjangkauan kendaraan listrik yang membayangi pasar Amerika Serikat di saat produsen kendaraan listrik ternama menaikkan harga di tengah inflasi tinggi.
Baca juga: Stellantis mau jualan EV murah di Asia, siapkan pabrik di India
Sebuah survei oleh perusahaan konsultan Deloitte menunjukkan bahwa lebih banyak konsumen di Amerika Serikat ingin membeli kendaraan listrik tapi terkendala dengan kekhawatiran kenaikan harga.
"Hampir 7 dari 10 calon pembeli EV di Amerika Serikat berharap membeli kendaraan kurang dari 50 ribu dolar (sekitar Rp 781 juta)," kata survei yang dilakukan antara September dan Oktober 2022 itu.
Bulan lalu, Stellantis memutuskan untuk menghentikan operasi pabrik perakitan mereka di Belvidere, Illinois, sampai waktu yang belum ditentukan, karena alasan biaya produksi yang tinggi.
"Tindakan serupa akan terjadi di mana-mana selama kita melihat tingginya inflasi biaya variabel. Industri otomotif harus menyerap biaya 40 persen lebih tinggi untuk kendaraan listrik," ujar Tavares.
Ia menambahkan, perusahaan telah menandai bahwa peningkatan biaya terkait elektrifikasi pasar otomotif sebagai tantangan paling berdampak yang mempengaruhi industri otomotif.
"Jika pasar menyusut, kami tidak membutuhkan banyak pabrik. Beberapa keputusan yang tidak biasa harus dibuat," katanya.
Baca juga: Sony dan Honda perkenalkan EV Afeela, pakai teknologi Qualcomm
Baca juga: Penjualan mobil Tesla China turun ke level terendah di Desember 2022
Baca juga: Mobil listrik Zeekr ingin lipatgandakan penjualan tahun ini
Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2023
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2023