Jakarta (ANTARA) - Seorang bekas karyawan Tesla yang telah membocorkan ribuan dokumen internal perusahaan, termasuk yang berkenaan dengan masalah sistem Autopilot, memenangi gugatan yang dia layangkan kepada produsen mobil listrik tersebut.

Menurut siaran Drive pada Jumat (13/12), mantan karyawan Tesla yang membocorkan lebih dari 23.000 dokumen internal perusahaan itu menggugat perusahaan dengan tuduhan perundungan.

Surat kabar Jerman Handelsblatt mewartakan bahwa Tesla dinilai telah bertindak melawan hukum berdasarkan undang-undang whistleblower ketika seorang teknisi servis yang bernama Lukasz Krupsi dikeluarkan dari pekerjaannya setelah merilis lebih dari 100 gigabyte dokumen perusahaan ke media.

Bocoran dokumen yang disebut sebagai The Tesla Files itu mengekspos ribuan keluhan pelanggan tentang masalah kendaraan serta dugaan kelemahan sistem keamanan dan perlindungan data.

Pengadilan Distrik Norwegia memerintahkan Tesla untuk membayar Krupski
​​​​​​180.000 euro (sekitar Rp3 miliar), yang mencakup ganti rugi sebanyak 10.000 euro atau sekira Rp168,1 juta. 

"Tesla membuat hidup saya seperti di neraka setelah saya menyuarakan keprihatinan tentang masalah keamanan serius di dalam perusahaan," kata Krupski kepada Handelsblatt.

"Saya berusaha bertindak dengan iktikad baik, tetapi saya malah dihadapkan pada pembalasan, penurunan pangkat, dan isolasi," katanya.

Baca juga: Tesla menang gugatan kasus pencurian data oleh mantan pegawai

Baca juga: Hakim perintahkan persidangan baru dalam gugatan terkait pekerja Tesla


Pada Mei 2023, lebih dari 23.000 berkas internal Tesla dilaporkan telah diperoleh oleh satu surat kabar Jerman.

Bocoran berkas berisi lebih dari 100 gigabyte informasi rahasia Tesla itu diserahkan oleh seorang whistleblower perusahaan.

Menurut laporan surat kabar Jerman, bocoran berkas tersebut diduga mencakup lebih dari 2.400 keluhan pelanggan Tesla yang mengklaim bahwa kendaraan mereka "melaju sendiri" dan 1.500 keluhan lain tentang masalah pengereman.

Laporan itu juga menyebutkan bahwa bocoran berkas perusahaan mencakup catatan lebih dari 3.000 insiden yang melibatkan teknologi bantuan mengemudi yang berpotensi bermasalah, termasuk lebih dari 1.000 kecelakaan kendaraan yang sebagian besar terjadi di Amerika Serikat.

Selain itu, bocoran berkas mencakup 139 kasus pengereman darurat yang tidak disengaja dan 383 phantom stop akibat peringatan tabrakan yang salah.​​​​​​

Handelsblatt mengklaim bocoran informasi terbaru, yang telah melalui proses autentikasi Fraunhofer Institute for Secure Information Technology, dikumpulkan antara tahun 2015 dan Maret 2022, pada masa Tesla mengirimkan sekitar 2,6 juta kendaraan di seluruh dunia.

Tesla menolak menjawab pertanyaan dari surat kabar tersebut mengenai keluhan-keluhan dari para pelanggan.

Menurut siaran Automotive News Europe, otoritas Jerman kini sedang menyelidiki kebocoran data baru. Dalam perkara ini, Tesla berpotensi melanggar Peraturan Perlindungan Data Umum Uni Eropa.

Baca juga: Tesla menangi gugatan terkait kecelakaan Autopilot Model S

Baca juga: Tesla gugat vlogger di China karena palsukan kerusakan Model 3

 

Pewarta:
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2024