Paris (ANTARA) - Permintaan batu bara, minyak, dan gas alam global akan mencapai puncaknya pada dekade ini untuk kali pertama dalam sejarah, demikian disampaikan oleh Badan Energi Internasional (International Energy Agency/IEA) pada Selasa (24/10), lapor Xinhua.

Dalam laporan tahunan World Energy Outlook 2023, IEA mengatakan bahwa berdasarkan pengaturan kebijakan saat ini, kombinasi antara meningkatnya momentum di balik teknologi energi bersih dan pergeseran ekonomi struktural di seluruh dunia memiliki implikasi besar terhadap bahan bakar fosil.

Persentase bahan bakar fosil dalam pasokan energi global, yang telah bertahan selama puluhan tahun di kisaran 80 persen, akan turun menjadi 73 persen per 2030, kata IEA. Emisi karbon dioksida (CO2) yang berkaitan dengan energi pada level global akan mencapai puncaknya per 2025.

"Transisi menuju energi bersih sedang terjadi di seluruh dunia dan tidak dapat dibendung. Ini tidak lagi soal kemungkinan, tetapi hanya masalah waktu, dan lebih cepat lebih baik untuk kita semua," kata Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol.

IEA juga menyambut baik upaya China dalam menggunakan energi bersih.

"China juga merupakan mesin penghasil energi bersih, menyumbangkan sekitar separuh dari tambahan tenaga angin dan surya serta lebih dari setengah penjualan kendaraan listrik (electric vehicle/EV) global pada 2022," kata IEA.
 
 


Pada 2020, satu dari 25 mobil yang terjual adalah mobil listrik, sebut IEA. Namun pada 2023, rasio ini mencapai satu banding lima. Sementara itu, rekor baru kapasitas pembangkit listrik untuk energi terbarukan sebesar lebih dari 500 gigawatt (GW) akan tercapai pada 2023.

Di bawah pengaturan kebijakan saat ini, energi terbarukan akan mencakup 80 persen dari kapasitas pembangkit listrik baru pada 2030, dengan tenaga surya saja menyumbangkan lebih dari separuh dari ekspansi ini, kata badan tersebut.
 
   


Namun, badan itu juga menggarisbawahi bahwa permintaan bahan bakar fosil dunia diprediksi masih akan mencatat angka yang terlalu tinggi untuk dapat mendukung tercapainya target Perjanjian Paris untuk membatasi kenaikan rata-rata suhu global di angka 1,5 derajat Celsius.

"Kerugian yang harus ditanggung jika kita tidak bertindak akan terlalu besar. Terlepas dari pertumbuhan energi bersih yang mengesankan berdasarkan pengaturan kebijakan saat ini, emisi global masih akan cukup tinggi untuk dapat menyebabkan kenaikan suhu rata-rata global sekitar 2,4 derajat Celsius pada abad ini," papar badan tersebut.


 
Pewarta:
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2023