Jakarta (ANTARA News) - PT Honda Prospect Motor (HPM) menjawab gugatan sebesar 56 miliar yang diajukan Maringan Aruan pemilik Honda City tipe GM2 A/T 2009 karena kantung udara (airbag) tidak berfungsi pada kecelakaan Oktober 2012 di Jalan Kapten Tendean, Jakarta Selatan.

"Gugatan yang menyatakan pada intinya airbag pada Mobil Honda City mengalami cacat produksi adalah tidak benar," kata Muhamad Zuhdi Technical Training Manager HPM, pada konferensi pers di Jakarta Selatan, Selasa.

Zuhdi menjelaskan, atas permintaan penggugat maka Honda City produksi Thailand 2009 bernomor polisi B 61 GIT itu kemudian dikirim ke Honda Motor Jepang untuk dilakukan pemeriksaan kantung udara.

"Dari pemeriksaan itu disimpulkan "airbag" berfungsi baik dan tidak ditemukan adanya cacat produksi pada komponen tersebut," imbuh Zuhdi.

Zuhdi memaparkan, kecelakaan tiga tahun lalu itu tidak memenuhi kondisi atau syarat pemicu mengembangnya kantung udara karena Honda City menabrak dari samping pembatas jalan hingga besi pembatas tercabut dan terbawa di bagian depan mobil.

"Tubrukan ini tidak memenuhi syarat 'airbag' mengembang karena objek yang ditabrak bukan benda kokoh yang tidak bergeser ketika terjadi tubrukan," katanya.

Ganti rugi Rp56 miliar

Honda Indonesia enggan memenuhi ganti rugi sebesar Rp56 miliar karena menilai tidak ada hubungan sebab akibat antara kerugian yang dialami penggugat dengan kantung udara yang tidak mengembang.

"Kerugian yang dialami penggugat bukan diakibatkan oleh airbag yang tidak mengembang sehingga tidak ada kewajiban dari Honda untuk memenuhi tuntutan," kata Zuhdi.

Berdasarkan fakta, kata Zuhdi, pada saat kecelakaan anak penggugat terluka akibat tertusuk besi pembatas jalan.

"Airbag dirancang untuk mengurangi benturan pengemudi dengan setir bukan untuk melindungi dari tusukan benda tajam dari luar," imbuhnya.

Adi Suryadi selaku Human Resource and General Affair HPM menambahkan pihaknya sudah melakukan mediasi selama tiga tahun setelah kecelakaan sampai digelarnya persidangan pada hari ini.

"Dalam mediasi pada bulan November 2014 ada konsensus dengan pelanggan. Konsensus itu ada karena prinsip ingin memberikan layanan terbaik," kata Suryadi. "Hanya saja berkembang harapan lain dari penggugat hingga mencapai angka Rp56 milyar sehingga konsensus yang ada kemudian bergeser."

Selain itu, Suryadi menambahkan HPM belum memikirkan upaya untuk melakukan tuntutan balik kepada penggugat kendati hal itu bisa saja dilakukan.

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015