Jakarta (ANTARA) - Minggu lalu, pemogokan kerja terjadi di pabrik BYD di Wuxi, provinsi Jiangsu, China, para karyawan menuntut “perlakuan yang adil” dari perusahaan.

Gambar dan video pendek yang beredar di dunia maya menunjukkan kerumunan besar karyawan di dalam kompleks pabrik, dengan beberapa di antaranya bahkan berbaring di tanah, ditutupi oleh kain biru yang dipasang polisi.

Carnewschina, Senin, melaporkan, alasan utama ketidakpuasan para karyawan adalah penerapan sistem empat shift dan jadwal kerja lima hari delapan jam.

Hal ini akan mengakibatkan hilangnya upah lembur, yang menyebabkan penurunan pendapatan mereka secara signifikan.

Baca juga: Pabrik baterai yang diinvestasikan oleh FAW-BYD resmi beroperasi

Baca juga: BYD tidak akan masuk pasar AS meski telah bangun pabrik di Meksiko

Pabrik BYD di Wuxi sebelumnya dimiliki oleh perusahaan Amerika, Johnson Controls. Tahun lalu, BYD mengakuisisi pabrik tersebut di Chengdu dan Wuxi dengan harga 15,8 miliar yuan (sekitar Rp34,9 triliun).

Setelah akuisisi, Johnson Controls dan BYD mengeluarkan pengumuman bersama, menjanjikan bahwa tunjangan karyawan tidak akan berubah dan, dalam beberapa kasus, bahkan sedikit meningkat. Mereka juga memastikan bahwa pesangon akan diberikan kepada pekerja yang di-PHK.

Namun, dilaporkan bahwa BYD tidak memenuhi komitmen ini, sehingga menimbulkan ketidakpuasan di kalangan karyawan.

Pembersihan sampah di pinggir jalan oleh relawan menggunakan bus BYD di California, Amerika Serikat (ANTARA/X/BYD)

Budaya lembur

Para karyawan memprotes penghapusan lembur, yang mungkin tampak mengejutkan dari perspektif internasional. Sementara seluruh dunia berusaha mengurangi jam kerja, pekerja Tiongkok menuntut peningkatan waktu kerja.

Pekerja Tiongkok tidak selalu senang bekerja lembur; mereka terpaksa melakukannya karena keadaan. Pabrik-pabrik sering kali menetapkan upah dasar sedikit di atas upah minimum pemerintah untuk menjaga biaya tenaga kerja tetap rendah.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup, para pekerja menerima kerja lembur berjam-jam karena hukum ketenagakerjaan Tiongkok mengharuskan pengusaha membayar 1,5 kali lipat upah reguler untuk lembur dan dua kali lipat upah untuk lembur di akhir pekan.

Lowongan pekerjaan untuk pabrik BYD di Wuxi dalam dua bulan terakhir menunjukkan upah dasar sebesar 2.490 yuan (sekitar Rp5,5 juta), yang bertepatan dengan upah minimum di provinsi Jiangsu.

Jam lembur yang stabil diperlukan untuk mendapatkan penghasilan bulanan sebesar 5.000 hingga 6.500 yuan (Rp11 juta-Rp14,3 juta) yang diiklankan oleh perantara.

Di pabrik elektronik, 10 jam kerja per hari dianggap sebagai jumlah minimum, dan beberapa pabrik bahkan mengharuskan karyawan untuk bekerja 12 hingga 13 jam per hari.

Dengan membatalkan lembur, BYD secara efektif mengurangi pendapatan bulanan maksimum untuk karyawan menjadi lebih dari 3.000 yuan (sekitar Rp6,6 juta), yang dipandang sebagai gaji yang cukup rendah.

Saat ini, BYD belum menanggapi insiden tersebut, dan alasan perubahan mendadak dalam kebijakan lembur masih belum jelas.

Namun, mengurangi jam lembur adalah strategi umum yang digunakan oleh banyak perusahaan untuk memaksa karyawan mengundurkan diri secara tidak langsung. Jika perusahaan melakukan PHK, mereka diwajibkan secara hukum untuk memberikan pesangon.

Baca juga: BYD akan bangun pabrik baterai EV senilai Rp18 triliun di China

Baca juga: Ekspansi BYD ke Vietnam menghadapi masalah

Baca juga: BYD ungkap konsep supercar tanpa atap dan off-road di bawah sub-merek


 

Pewarta:
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024