Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perindustrian Mohamad S Hidayat menantang perusahaan energi Royal Dutch Shell plc (Shell) untuk berinvestasi pabrik bahan baku di Indonesia.

"Jika membangun pabrik di Indonesia ada unsur importasi bahan baku yang sangat besar, jadi saya menantang mereka untuk melakukan investasi pabrik pembuat bahan bakunya," kata Hidayat seusai menghadiri Ground Breaking Pembangunan Pabrik Minyak Pelumas Shell di Jakarta, Selasa.

Hidayat mengatakan, industri pelumas merupakan salah satu industri yang strategis dengan pertumbuhan yang pesat dikarenakan peningkatan jumlah kendaraan bermotor serta berkembangnya sektor industri.

"Industri pelumas memiliki tantangan dengan bahan baku dan bahan aditif yang hingga saat ini masih impor, dan hanya menjadikan industri pelumas Indonesia sebatas formulasi dan pencampuran saja," kata Hidayat.

Hidayat menjelaskan, dengan kondisi tersebut, industri pelumas di Indonesia belum terintegrasi antara hulu dan hilir, dan hal tersebut harus dijawab oleh para investor dengan membuka atau melakukan ekspansi pabrik demi memenuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor.

Hidayat mengatakan, dengan dibangunnya pabrik minyak pelumas Shell dengan total nilai investasi kurang lebih 150 juta hingga 200 juta dolar AS di Marunda, Bakasi, Jawa Barat tersebut diharapkan mampu menjawab tantangan industri pelumas seperti ketergantungan terhadap bahan baku dan aditif impor.

Pabrik pelumas tersebut merupakan pebrik pelumas pertama Shell di Indonesia yang dibangun diatas lahan seluas 7,5 hektar dengan kapasitas produksi 120.000 ton per tahun.

Berdasarkan data Kemenperin, saat ini, terdapat lebih dari 200 produsen pelumas di Indonesia yang tersebar diberbagai wilayah terutama di Pulau Jawa.

Kapasitas produksi terpasang mencapai 700.000 kiloliter per tahun dengan nilai omzet diperkirakan mencapai lebih dari Rp7 triliun.

Potensi produksi pelumas yang tinggi tersebut akan dapat mendorong ekspor pelumas ke negara-negara ASEAN, Jepang, China, Korea Selatan, Timur Tengah, maupun Uni Eropa.

Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013