Penguatan mata uang telah membuat ekspor kendaraan dari Jepang ke Eropa hampir tak mungkin, katanya, menjadi korban pertama di antara para produsen mobil Jepang yang berhadapan dengan apresiasi unit yen terhadap dolar dan euro.
Daihatsu mengatakan akan menghentikan penjualan mobil di Eropa pada akhir Januari 2013, tapi akan terus memasok suku cadang dan layanan purna jual.
"Daihatsu memutuskan itu karena pihaknya tidak bisa membuat bisnis keluar dari mengekspor unit lengkap yang diproduksi di Jepang," sebuah pernyataan perusahaan mengatakan.
Pembuat mobil yang berbasis di Osaka itu mengatakan menjual 19.300 kendaraan di 10 negara Eropa pada 2010, sekitar sepertiga dari 58.600 kendaraan yang terjual di kawasan itu pada 2007 sebelum terjadinya krisis ekonomi global.
Yen menguat tajam terhadap euro sejak akhir 2008-an dan terutama sejak pertengahan 2010. Euro saat ini dikutip sekitar 110 yen, mendekati tingkat terendah dalam sembilan tahun, terhadap sekitar 135 yen di pertengahan 2010 dan 170 yen pada 2008.
Daihatsu menambahkan bahwa memburuknya profitabilitas itu diperparah oleh meningkatnya biaya pengembangan kendaraan yang memenuhi peraturan emisi CO2 ketat di Eropa.
Ekspor dari Jepang bukan bisnis yang layak "ketika biaya untuk memenuhi peraturan Eropa tentang emisi CO2 meningkat dan profitabilitas memburuk karena yen yang lebih kuat terhadap euro," katanya.
Di Jepang, produsen mobil ini telah memperkirakan pertumbuhan laba bersih delapan persen menjadi 44 miliar yen (533 juta dolar AS).
Namun melonjaknya keuntungan kuartalan baru-baru ini bagi perusahaan-perusahaan terkemuka Jepang mengingkari ancaman yang ditimbulkan oleh yen yang menguat, karena kenaikan unit itu mendorong perusahaan untuk mempertimbangkan menggeser produksi ke luar negeri untuk mempertahankan daya saing, analis mengatakan.
Bagi banyak perusahaan Jepang, melonjaknya yen terhadap dolar dan euro telah memitigasi kebangkitan pasca krisis keuangan dalam permintaan dan menggerogoti keuntungan dari pemotongan biaya awal dan restrukturisasi.
Lebih banyak perusahaan mempertimbangkan untuk memindahkan kegiatan produksi ke luar negeri untuk mempertahankan daya saing terhadap saingannya yang diuntungkan dari melemahnya mata uang di dalam negeri mereka.
Pembuat mobil Honda dan Mazda melaporkan laba yang kuat pada kuartal kedua tetapi mengatakan yen yang kuat membuat suram prospek keuntungan mereka. Honda menurunkan proyeksi penjualannya untuk tahun ini.
Toyota tahun lalu mulai memproduksi model Prius hybrid di Thailand dalam upaya untuk memperluas produksi luar negeri karena yen yang menguat terus menggerogoti keuntungannya.
Rivalnya, Nissan, juga mengatakan pihaknya sedang berupaya untuk mengurangi ekspor dari Jepang sementara impor meningkat, yang bertujuan untuk memindahkan produksi yang lebih di luar negeri sebagai tindakan jangka pendek untuk mengatasi yen yang kuat. (A026/M012/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011
Copyright © ANTARA 2011