Jakarta (ANTARA) - Kendaraan listrik dalam beberapa tahun terakhir menjadi obrolan yang rasanya selalu menyenangkan untuk dibahas. Berbicara mengenai kendaraan bertenaga terbarukan itu seakan membuat banyak orang merasa selangkah lebih dekat dengan masa depan.

Selain menggairahkan masyarakat dan penyuka otomotif, produsen otomotif dunia juga mulai membuat dan memasarkan kendaraan listrik secara massal untuk mobilitas sehari-hari.

Di Indonesia, kehadiran mobil listrik juga mulai dikenalkan. Sejumlah produsen memboyong mobil-mobil listrik mereka ke Tanah Air, mulai dari Hyundai Ioniq yang meluncur awal tahun, hingga Nissan Kicks e-Power di akhir kuartal ketiga 2020.

Antusiasme ini pun disambut pemerintah Indonesia dengan optimisme. Pemerintah telah membulatkan tekad untuk menjadi pemain utama di sektor ini, demi mewujudkan target tahun 2025 penggunaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) mencapai 23 persen.

Baca juga: Menteri ESDM: Pemanfaatan EBT dipercepat dengan penciptaan pasar baru

Berbagai undang-undang, peraturan pemerintah, hingga keputusan menteri departemen terkait, hingga kepada daerah sedang dalam proses penyusunan secara komprehensif. Upaya tersebut sebagai bagian dari mengintegrasikan seluruh industri hilir yang berkaitan dengan kendaraan listrik di Tanah Air untuk meningkatkan potensi pendapatan negara.
 
Tampilan mobil bertenaga listrik All-new Nissan Kicks e-POWER di Karawang, Jawa Barat, 27 Agustus 2020. (ANTARA/Arnidhya Nur Zhafira)

Dalam Rapat Terbatas (Ratas) Kendaraan Listrik pada 2019, pemerintah melihat peluang Indonesia menjadi pemain di industri kendaraan listrik karena melihat komponen-komponen pokok untuk baterai, seperti nikel, kobalt, dan mangaan tersedia di dalam negeri.

Menurut pengamat otomotif sekaligus akademisi Institut Teknologi Bandung, Yannes Martinus Pasaribu, baterai menjadi komponen utama yang berkontribusi pada sekitar 40 persen dari biaya total produksi kendaraan listrik. Potensi baterai Indonesia ada di nikel (sekitar 3 miliar ton atau setara dengan 23,7 persen cadangan dunia), kobalt (sekitar 480 juta ton), dan mangan (sekitar 54 juta ton).

Baca juga: Luhut: 2024 Indonesia produksi baterai litium tipe 811

"Jika diolah hingga jadi produk hilir bisa naik hingga empat kali lipat. Karena itulah, Indonesia bakal jadi produsen baterai lithium terbesar nomor dua di dunia," kata Yannes kepada ANTARA, Selasa (20/10).

Permintaan akan baterai akan segera meningkat pada kisaran tahun 2023-2024. Pertumbuhannya diprediksi dapat mencapai 12 persen pada 2025 dan 23 persen pada 2030. Ini akan jadi salah satu sumber penghasil terbesar devisa negara Indonesia kelak.

"Golden moment never comes twice. Artinya, program inilah kelak yang akan melesatkan Indonesia menjadi negara manufaktur maju dan makmur ke depannya. Maka dari itu program sangat penting ini harus dikawal secara cermat, cerdas, dan penuh kehati-hatian," ujarnya.

Tantangan

Untuk mewujudkan sebuah target, ada tantangan-tantangan yang menanti. Indonesia bukanlah satu-satunya pemain di negara sendiri. Banyaknya pebisnis kelas dunia bahkan di tingkat negara besar juga ingin ikut bermain di dalamnya.

Sumber daya alam Indonesia sudah menjadi perhitungan dunia untuk menjadi pemain raksasa di industri baterai.

Kedua, peningkatan ekonomi negara akan meningkatkan konsumsi masyarakatnya. Jika tahun 2019 saja penjualan otomotif di dalam negeri Indonesia sudah menjadi yang terbesar di Asia Tenggara, bukan tidak mungkin kelak menjadi urutan yang lebih tinggi lagi, bahkan mendekati India.

Baca juga: Indonesia bertekad jadi pemain utama kendaraan listrik

Saat itu terjadi, jika Indonesia tidak mempersiapkannya secara cermat sejak dini, bukan tidak mungkin kita tetap akan menjadi nett kendaraan listrik consumer country. Tempat industri otomotif dunia berjualan semata.

Hal yang harus dipersiapkan Indonesia demi mencapai target tersebut di samping mempersiapkan suprastruktur yang kini sedang berlangsung adalah juga mempersiapkan infrastruktur bagi kendaraan listrik ini secara cermat.

Kemudian, perlu ada penegasan regulasi dan badan atau lembaga yang berkaitan dengan penanganan limbah B3 baterai, serta kesiapan program pengembangan sumber daya manusia dalam mewujudkan industri ramah lingkungan tersebut secara terintegrasi. Sehingga, Indonesia bukan sekadar menjadi tempat perakitan dan pasar saja.
Karyawan mengecek motor listrik Gesits di kawasan Cipete, Jakarta, Jumat (2/10/2020). Bank Indonesia memberikan penurunan batasan minimum uang muka dari kisaran 5-10 persen menjadi nol persen untuk pembelian kendaraan bermotor berwawasan lingkungan. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/wsj.


Pandemi COVID-19

Tantangan lain yang harus dihadapi pemerintah hingga produsen otomotif demi mewujudkan target dan ekosistem mobil listrik, adalah adanya pandemi COVID-19 yang masih penuh dengan ketidakpastian. Vaksin untuk menangani virus ini pun diprediksi akan hadir pada semester satu 2021.

Dengan asumsi vaksin akan ditemukan pada periode tersebut, bisa saja secara berangsur-angsur, perekonomian Indonesia akan tumbuh positif di semester dua tahun 2021, pulih secara bertahap, hingga mencapai percepatan yang signifikan di tahun 2023-2024.

Target penggunaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) mencapai 23 persen pada tahun 2025 pun dinilai cukup realistis, jika melihat dari prediksi tersebut, menurut Yannes.

Baca juga: Nikel dan peluang Indonesia menguasai pasar global

Terbuka

Untuk mewujudkan target ini, Indonesia bisa belajar dari negara-negara lain yang sudah memproduksi, dan membuat ekosistem terpadu kendaraan listrik, salah satunya adalah China.

Menko Kemaritiman dan Investasi RI Luhut B Panjaitan mengatakan dalam pengembangan industri kendaraan listrik Indonesia akan menggandeng sejumlah negara, antara lain China.

"Negara ini teknologi industri kendaraan listriknya sudah sangat maju, dan bahkan hampir merajai industri kendaraan listrik di dunia,” kata Luhut dalam sebuah webinar bertajuk "Kesiapan Pemangku Kepentingan Dalam Percepatan Investasi Produksi Kendaraan Listrik dan Infrastruktur Pendukung" di Jakarta, pekan lalu.

Baca juga: Luhut ingin Indonesia jadi destinasi investasi kendaraan listrik

Indonesia, kata Luhut, tidak perlu naif untuk belajar teknologi kendaraan listrik dari China karena negara itu memiliki pengalaman yang sudah sangat lama dalam mengembangkan kendaraan listrik.

Namun demikian, Luhut mengingatkan, ke depannya harus ada transfer teknologi agar tenaga-tenaga ahli Indonesia nantinya juga mampu secara mandiri mengembangkannya.
Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan (kedua kanan), Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto (kanan) dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (kedua kiri) menyimak penjelasan dari mahasiswa UGM Lintang Kusumandaru (kiri) tentang kendaraan listrik buatan mahasiswa UGM dalam Pameran Kendaraan Listrik Masa Depan di kawasan Monas, Jakarta, Sabtu (31/8/2019). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/wsj.


China membangun kebijakan dan strategi kendaraan listrik yang sistematis dan komprehensif demi peningkatan inovasi teknologi tersebut oleh warganya sendiri, bersama dengan penggunaannya oleh industri otomotif lokal.

Negeri Tirai Bambu juga mendorong berbagai kebijakan, termasuk subsidi dan berbagai insentif lainnya, seperti pembebasan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), dan skema pendanaan-perbankan.

Baca juga: Alasan Hyundai pilih Ioniq untuk pasar mobil listrik Indonesia

Dilanjutkan dengan segera memulai Carbon Tax Based secara sungguh-sungguh yang secara perlahan mulai membatasi penggunaan kendaraan berbasis BBM fosil, hingga mengubah seluruh sistem transportasi publiknya menjadi kendaraan listrik, yang membuat harga kendaraan listrik menjadi semakin kompetitif untuk pasar dalam negeri.

Dengan kebijakan pemerintah yang konsisten untuk terus mendukung proses manufaktur hingga penyebaran penggunaan kendaraan listrik di dalam negeri, bukan hal yang tak mungkin Indonesia bisa benar-benar menjadi pemain utama di industri kendaraan listrik.

Tak hanya berhenti di pemerintah dan pembuat kendaraan, masyarakat sebagai konsumen juga bisa berperan serta mengawal kebijakan yang dibuat dan bergulir, agar segala yang direncanakan dan dilakukan tetap terjaga dalam trek yang jernih, terbuka, serta menjadi portofolio kebijakan yang semakin holistik dan sistem pasar dalam negeri yang semakin kondusif untuk ekosistem kendaraan listrik.

Baca juga: Hino Hybrid diklaim cocok untuk pasar Indonesia

Baca juga: Nissan Leaf masuk pasar Indonesia tahun depan
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2020