Bisa dijawab sendiri ini. Kira-kira bagaimana kondisi jalan ketika malam takbiran?,
Jakarta (ANTARA) - Meski terkesan kosong namun aktivitas masyarakat yang tinggi justru diduga menjadi pemicu kualitas udara DKI Jakarta tidak membaik saat Lebaran.

Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Dasrul Chaniago di Jakarta, Senin, mengatakan sudah empat tahun terakhir mengamati fenomena ini, sehingga cukup hafal, dibuat per jam, maka grafik konsentrasi partikulat (PM10) dan (PM2.5) akan tinggi terlihat pascashalat Ied.

“Turun setelah siang atau sorenya,” tambah dia.

Grafik konsentrasi PM2.5 atau partikel udara berukuran lebih kecil dari 2,5 mikron (mikrometer) dari hasil Air Quality Monitoring System (AQMS ) yang dimiliki KLHK, pada Senin (3/6), mencapai 44,7 mikrogram per meter kubik (μg/m3).

Sedangkan pada Selasa (4/6), mencapai 70,8 μg/m3. Angka tersebut ada diatas bakumutu PM2.5 yang ditetapkan pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 1999, yakni sebesar 65 μg/m3.

Saat ditanya apa yang menyebabkan angka tersebut naik saat malam takbiran, Dasrul enggan menjawab, karena isu tersebut kini menjadi terlalu sensitif.

“Bisa dijawab sendiri ini. Kira-kira bagaimana kondisi jalan ketika malam takbiran?” lanjutnya.

Pada Rabu (5/6), atau H1, grafik konsentrasi PM2.5 ada diangka 37,5 μg/m3. Kondisi tersebut terus menurun pada Kamis (6/6) yang mencapai 27,2 μg/m3, sedangkan pada Jumat (7/6) menjadi 26,6 μg/m3.

Sedangkan berdasarkan grafik konsentrasi PM2.5 dari AQMS Kedubes AS di Jakarta Pusat terpantau pada Sabtu (8/6), kembali meningkat menjadi 32,71 μg/m3. Dan pada Minggu (9/6) kembali meningkat menjadi 38,27 μg/m3.

Saat ditanya faktor lain yang menjadi penyumbang konsentrasi PM2.5 di DKI Jakarta selain transportasi, Dasrul hanya mengatakan tipikal kota besar, metropolitan atau megapolitan, 68 hingga 70 persen polutan dari sumber bergerak. Sedangkan 30 persen tentu dari sumber lain.

Ia lantas mengatakan bahwa sebenarnya polusi udara tidak berkurang, hanya berpindah. Bahkan kecenderungannya konsumsi bahan bakar justru meningkat saat hari raya.

Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan PPKL Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK M.R. Karliansyah juga menolak jika turunnya kualitas udara DKI Jakarta menjelang Lebaran akibat dari asap buangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara.

“Kalau PLTU tidak, karena yang di Jakarta semua sudah pakai gas. PLTU (batu bara) adanya di Cilegon dan Cirebon, jauh, harus dilihat arah anginnya juga,” ujarnya.
 

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2019