Jakarta (ANTARA News) - Penggunaan kartu pintar (smart card) sebagai bagian dari upaya pembatasan BBM bersubsidi pada transportasi akan berpotensi menghemat subsidi, minimal Rp36,407 triliun dan maksimal Rp45,363 triliun, demikian hasil kajian perusahaan surveyor, PT Sucofindo (Persero) dengan Bappenas. "Pertamina selama ini hanya mengeluarkan besaran (subsidi-red) saja. Tapi digunakan kemana, kita tidak tahu. Nah dengan smart card ini, penggunaan subsidi bisa dikontrol hingga ke pemakai terakhir, yaitu konsumen," kata Direktur Transportasi Bappenas, Bambang Prihartono di Jakarta, akhir pekan ini. Menurutnya, kedua angka penghematan yang diperoleh dari dua skenario pembatasan BBM bersubsidi pada sektor transportasi itu masih belum difinalisasi. Dengan harga minyak saat ini, maka kebutuhan subsidi akan meningkat menjadi sekitar Rp108,860 triliun dengan jumlah BBM bersubsidi 36,5 juta kiloliter, yang terdiri atas subsidi premium kendaraan umum 14,5 juta kiloliter, solar 14 juta kiloliter, dan minyak tanah delapan juta kiloliter. Pada skenario pertama pembatasan BBM bersubsidi menggunakan kartu pintar, tambahnya, pemerintah hanya akan mengalokasikan 2,4 juta kiloliter premium, 7,5 juta kiloliter solar, dan minyak tanah 7 juta kiloliter sehingga bisa menghemat Rp45,363 triliun. Pada skenario itu, harga premium sektor industri diturunkan menjadi Rp3.500 per liter, solar Rp4.000 per liter, dan harga minyak tanah Rp2.000 per liter, sedangkan harga premium dan solar untuk sektor non-transportasi umum ditetapkan sesuai harga pasar Rp6.858 per liter, dengan volume premium 2,4 juta kiloliter dan volume solar 7,5 juta kiloliter. Dan pada skenario kedua, kebutuhan subsidi akan dihemat hingga Rp36,407 triliun dengan alokasi premium 2,4 juta kiloliter, solar 7,5 juta kiloliter, dan minyak tanah 7 juta kiloliter. Pada skenario kedua itu, harga minyak premium untuk transportasi ditetapkan Rp3.500 per liter, harga solar Rp4.000 per liter dan harga minyak tanah dinaikkan menjadi Rp3.000 per liter tanah, sementara harga bensin premium dan solar bagi sektor non-tranportasi umum pada skenario kedua ditetapkan Rp6.000 per liter, atau disubsidi Rp858, dengan volume premium 12,1 juta kiloliter dan solar 6,5 juta kiloliter Ditambahkannya, kartu pintar, yang memungkinkan diperolehnya subsidi dalam jumlah tertentu per hari itu, akan ditempel pada kendaraan yang berhak mendapat BBM bersubsidi. "Misalnya tiap kendaraan umum mendapat 10 liter per hari. Nah jika tidak digunakan maka jatah itu akan hangus. Besoknya dia akan mendapat jatah sama dan tidak ada akumulasi," katanya. Selain bisa mengetahui kepada pengguna terakhir BBM bersubsidi, kartu pintar juga akan memudahkan pemerintah seandainya ingin melakukan konsentrasi pengadaan BBM ber subsidi di wilayah tertentu. "Misalnya kita mau berpihak kepada Indonesia bagian Timur dengan mengalokasikan BBM bersubsidi lebih besar, maka kartunya tinggal dibedakan dari wilayah lainnya," katanya. Ditanya pengawas pelaksanaan kartu pintar itu, Bambang menjelaskan bahwa kewenangan itu berada di clearing house. "Waktu pakai kartu pintar bisa diatur sesuai dengan keinginan regulator," katanya. Lebih lanjut dikatakannya, Bappenas kini tengah menyiapkan kebijakan untuk mengantisipasi dampak kenaikan harga BBM terhadap masyarakat. "Ini agar mereka tidak jatuh lebih miskin," katanya. Dicontohkannya, pihaknya tengah memikirkan kemungkinan untuk meningkatkan jumlah PSO (public service obligation) yang dipegang PT Kereta Api, karena dikhawatirkan mereka terpaksa menaikkan harga tiket. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007