Jakarta (ANTARA News) - Pengembangan industri komponen di Indonesia tidak fokus dan minim dukungan insentif serta fasilitas dari pemerintah sehingga kalah bersaing, bahkan sulit masuk ke rantai pasokan komponen global. "Tutupnya sejumlah produsen komponen merupakan sinyal bagi Indonesia untuk memperbaiki kebijakan pengembangan industri komponen," kata Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Industri, Teknologi, dan Kelautan, Rachmat Gobel, di sela pembukaan Bursa Komponen ke-5 yang digelar 27 hingga 28 November 2007 di Jakarta, Selasa. Ia mengatakan tutupnya sejumlah pabrik komponen bisa menjadi bukti awal kemungkinan industri komponen tidak berkembang di Indonesia. Sejumlah industri komponen yang tutup antara lain PT Matsushita Toshiba Picture Devices Indonesia (MTPDI) yang memproduksi tabung gambar televisi (CRT) dan PT NEC Semiconductor Indonesia yang memproduksi IC dan transistor. Sedangkan PT Panasonic Electronic Devices Indonesia (PEDIDA) yang memproduksi pengeras suara (loud speaker) di Bekasi, dikonsolidasi ke perusahaan Panasonic sejenis di Batam. Bahkan, sejumlah industri komponen otomotif juga ada yang melakukan pemutusan hubungan kerja (phk) sejumlah karyawannya. Kondisi itu, diakui Rachmat, sangat ironis di tengah pertumbuhan kinerja industri otomotif, elektronik, dan permesinan lainnya. Menurut dia, penutupan pabrik tersebut seharusnya tidak terjadi bila pemerintah bekerjasama dengan swasta fokus mengembangkan industri komponen yang menjadi kekuatan Indonesia di tengah rantai pasokan komponen dunia. Selain itu, pemberian insentif dan fasilitas untuk pengembangan industri komponen yang menggunakan teknologi lebih tinggi sesuai dengan tren global, menurutnya suatu keharusan, agar Indonesia menarik dan menjadi tempat yang kondusif bagi pengembangan industri komponen lokal maupun asing. "Kadin dalam Visi 2030 dan Roadmap Industri Nasional 2010 secara terus menerus mempromosikan industri komponen yang efisien, pemberian insentif untuk menarik investasi, serta penurunan atau penghapusan bea masuk impor," ujar Rachmat. Ia optimis bila pemerintah fokus pada pengembangan industri komponen yang menjadi kekuatan Indonesia, serta didukung insentif yang tepat maka Indonesia bisa menjadi rantai pemasok komponen dunia yang efisien. Diakui Dirjen Industri Alat Transportasi dan Telematika (IATT) Depperin Budi Darmadi, saat ini industri komponen nasional harus mampu menjadi bagian dari jaringan pemasok dunia. Saat ini, ini lanjut dia, produk otomotif maupun elektronik di suatu negara tidak lagi mengandalkan pasokan komponen 100 persen dari dalam negeri untuk mencapai efisiensi. "Industri otomotif dan elektronik prinsipnya merupakan produksi global.Supaya efisien, misalnya mesin otomotif dibuat di sini, tapi transmisinya berasal dari negara lain di ASEAN. Karena kalau membuat semua di sini menjadi tidak ekonomis," katanya. Oleh karena itu, ia menilai mesin menjadi kekuatan Indonesia untuk menjadi jaringan pemasok komponen global untuk industri otomotif. Namun, Budi tidak menjelaskan secara rinci komponen apalagi yang menjadi kekuatan Indonesia dan akan dikembangkan secara serius dengan berbagai fasilitas dan insentif untuk mendukungnya. Sementara itu, sebanyak 13 perusahaan produk jadi (set manufaktur) yang terdiri dari lima industri otomotif, enam industri elektronik, dan dua industri permesinan, sekitar 80 perusahaan komponen, mengikuti dalam Bursa Komponen ke-5.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007