Jakarta (ANTARA News) - Harga gas murah menjadi kunci industri yang memiliki daya saing untuk bisa berkompetisi dengan negara lain menghadapi perdagangan bebas ASEAN maupun global.

"Kalau harga energinya murah, listrik, gas, itu daya saing kita akan terdorong," kata Dirjen Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Kementerian Perindustrian, Achmad S Dwiwahjono, di Jakarta, Jumat.

Dia mengatakan, harga gas yang tinggi kerap membuat Indonesia kehilangan peluang investasi dari dalam maupun luar negeri.

Ia mencontohkan, produsen petrokimia Indorama Eleme Petrochemichals, anak perusahaan Indorama Corporation memilih memproduksi poly-olefins di Nigeria, Afrika, ketimbang di Indonesia.

Harga gas 2 dolar Amerika Serikat per Million British Thermal Unit (MMBTU) di Nigeria, kata dia, lebih menggiurkan ketimbang 12 dolar Amerika Serikat per MMBTU di Indonesia (saat itu).

"Kita kehilangan perluang penyerapan tenaga kerja. Selain itu, kita masih banyak impor poly-olefins, kalau mereka produksi di sini, sebetulnya kita bisa mengurangi impor," ujar dia.

Pada era Masyarakat Ekonomi ASEAN saat ini, kata dia, harga gas yang lebih kompetitif juga dibutuhkan, mengingat negara tetangga mematok harga gas jauh di bawah Indonesia.

Menurut dia, harga gas alam regional di Malaysia sebesar 3 dolar Amerika Serikat per MMBTU dan Singapura menyentuh 3 dolar Amerika Serikat per MMBTU, sedangkan di Indonesia, harga gas industri rata-rata mencapai 10 dolar Amerika Serikat per MMBTU.

Kendati koreksi harga gas sudah masuk dalam program debirokratisasi pemerintah, namun hingga saat ini, belum ada kepastian kapan harga gas diturunkan sampai titik kompetitif.

Pewarta: Sella Gareta
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016