Saya rasa BI perlu terus melakukan komunikasi kepada pemangku kepentingan di pasar
Jakarta (ANTARA) - Dosen Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menyampaikan bahwa pemerintah harus mengeluarkan kebijakan untuk mengantisipasi kenaikan debt service ratio (DSR)/rasio pembayaran utang yang berkelanjutan.

“Ketika pemerintah menyadari bahwa situasi fiskal kita itu sudah berat, sudah lampu kuning, debt service ratio sudah 38 hampir 39 persen, dan ini sudah sangat tinggi, pemerintah harus segera mengeluarkan kebijakan untuk mengantisipasi kenaikan DSR yang berkelanjutan,” ujarnya dalam webinar “Dampak Kebijakan Ekonomi Politik di tengah Perang Iran-Israel” di Jakarta, Senin.

Menurut dia, kebijakan konkret yang dapat dikeluarkan pemerintah adalah menaikkan rasio pajak (tax ratio) dalam rangka menata ulang utang. Hal ini dilakukan agar utang tidak dilakukan untuk aktivitas-aktivitas populis yang tak berdampak terhadap peningkatan produktivitas ekonomi Indonesia.

Dengan begitu, kepercayaan pasar atau investor terhadap perekonomian Indonesia dapat terbangun. Upaya ini juga dilakukan dalam rangka menjaga nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tidak semakin merosot tajam.

“Ketika pemerintah tetap berusaha mengimplementasikan pelbagai kebijakan populis, boros anggaran, dan tidak berdampak terhadap produktivitas, maka investor akan mengambil alternatif yang menurut mereka lebih aman seperti emas atau dolar AS. Satu hal yang sebenarnya sangat ditunggu oleh para pihak adalah bagaimana pemerintah menyusun dan merealisasikan APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) yang efisien, yang betul-betul diorientasikan kepada peningkatan produktivitas ekonomi,” ungkap Wijayanto.

Selain menaikkan rasio pajak, Bank Indonesia (BI) dinilai perlu melakukan komunikasi dengan para pemangku kepentingan di pasar sebelum mengambil kebijakan apakah bakal menaikkan atau mempertahankan suku bunga di angka 6 persen.

“Saya rasa BI perlu terus melakukan komunikasi kepada pemangku kepentingan di pasar. Kalau ingin mengambil kebijakan, harus before the curve. Jadi jangan menunggu sesuatu terjadi baru melakukan respon, tetapi harus sifatnya lebih antisipatif,” kata dia.

Baca juga: Optimisme ekonomi global tumbuh makin tipis akibat konflik Iran-Israel
Baca juga: IPOT sarankan cermati suku bunga BI dan inflasi AS di pekan ini


Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2024