"Kami masih hitung, karena kalau order baja sekarang, kami masih akan punya stok sehingga dampak (kenaikan) sekitar dua hingga tiga bulan setelahnya, kita mesti melihat berapa besar dampaknya, yang mana, memang ada potensi mendorong kenaikan," kata Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Sudirman Maman Rusdi.
Sudirman menuturkan kenaikan harga bahan baku merupakan salah satu faktor yang paling mempengaruhi biaya produksi.Nilai tukar rupiah yang fluktuatif juga menjadi faktor pendorong lainnya selain adanya kenaikan upah minimum dan tarif dasar listrik.
"Itu ada rentang harga, jika masih dalam rentang tertentu yang kami kontrol, kami mungkin tidak perlu menaikkan harga jika masih di range itu," katanya.
Penggunaan baja terhadap biaya produksi diperkirakan mencapai sekitar 60 persen. Satu mobil serbaguna (Multi Purpose Vehicle/MPV) membutuhkan sekitar 650 kilogram baja.
"Memang yang paling berpengaruh itu kenaikan bahan baku. Bodinya saja jenis MPV itu kebutuhan bajanya sekitar 650 kilogram per unit, untuk bodinya saja belum termasuk velg, engine, transmisi dan lain lain," ujarnya.
Kenaikan harga jual produk baja sebesar 13-15 persen terpaksa harus dilakukan oleh industri baja nasional akibat bahan baku baja seperti besi bekas (scrap), bijih besi (iron ore pellet) dan baja setengah jadi (slab) naik secara signifikan.
Bahan baku baja yang sebagian besar masih diimpor, sejak awal 2013, mulai merambat naik. Misalnya, harga scrap baja sejak Januari 2013 telah mencapai 430 dolar AS per ton, naik 13 persen jika dibanding harga pada Oktober 2012 sebesar 380 dolar AS per ton.
Hrga bijih besi impor, juga naik 30 persen dari 115 dolar AS per ton menjadi 150 dolar AS per ton pada awal tahun. Sementara baja setengah jadi importelah mencapai 540 dolar AS per ton, naik 1 persen dari 470 dolar AS per ton pada Oktober 2012.
(A062/S025)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013
Copyright © ANTARA 2013