Yogyakarta (ANTARA News) - Aktivitas Gunung Merapi relatif stabil, meskipun masih terjadi erupsi dengan intensitas tinggi, demikian hasil pengamatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Selasa.

Pengamatan pada Senin malam hingga Selasa pukul 06.00 WIB aktivitas gunung ini relatif stabil. Namun, secara visual terutama dari selatan, Merapi tidak bisa terpantau langsung karena tertutup kabut tebal.

Selama itu tidak terjadi awan panas, gempa vulkanik 10 kali, tremor beruntun terus terjadi, namun belum tercatat adanya gempa tektonik.

Dari sejumlah pos pengamatan Gunung Merapi dilaporkan cuaca sejak Selasa dini hari hingga pagi hari kabut pekat diselingi dengan hujan berintensitas rendah hingga tinggi. Hujan lebat terjadi pada pukul 04.30 WIB hingga pukul 05.45 WIB, sedangkan gerimis terjadi pada pukul 05.45 WIB hingga pukul 06.00 WIB.

Berdasarkan pengamatan CCTV di Deles, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, terekam Merapi tertutup kabut tipis hingga pekat sejak dini hari hingga pagi hari. Pada pukul 06.00 WIB terdengar suara gelegar seperti suara gemuruh dari gunung itu.

Namun, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta menyebutkan suara tersebut adalah suara petir, bukan dari Gunung Merapi.

Intensitas vulkanik Merapi masih menunjukkan kecenderungan cukup tinggi selama satu pekan terakhir sejak 11 November hingga 16 November 2010.

"Aktivitas vulkanik Gunung Merapi sejak 11 November hingga 16 November justru meningkat," kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Surono usai melakukan `teleconference` dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dari Posko Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Yogyakarta, Selasa.

Berdasarkan data hasil pemantauan aktivitas seismik Merapi, pada 1 November 2010 satu kali, 12 November menjadi enam kali, 13 November menjadi 26 kali, 14 November menjadi 31 kali, 15 November menjadi 34 kali, dan pada 16 November hingga pukul 12.00 WIB tercatat sebanyak 20 kali gempa vulkanik.

Sejak 3 November 2010 hingga saat ini, kata Surono, Merapi masih didefinisikan terus meletus, hanya saja masyarakat di Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta tidak pernah dapat melihat letusan itu.

"Letusan dan abu material vulkanik tersebut justru lebih sering mengarah ke barat, sehingga abu vulkanik hasil letusan Gunung Merapi sering terjadi di Magelang dan sekitarnya," katanya.

Surono mengatakan saat ini di puncak Merapi terdapat satu lubang letusan yang cukup besar, dan tiga lubang letusan berukuran lebih kecil. "Dengan lubang letusan tersebut, pada malam hari akan terlihat tiga titik api diam di puncak Merapi," katanya.

Lubang letusan di puncak gunung tersebut, menurut dia justru positif, karena gunung berapi ini dapat melepaskan energi yang tersimpan sedikit demi sedikit.

Ia mengatakan sampai saat ini status aktivitas Merapi masih "awas" atau level tertinggi, meskipun ada pengurangan radius bahaya di sejumlah kabupaten di sekitar gunung itu.

Namun demikian, ia mengatakan pengurangan radius rawan bahaya tersebut bukan diartikan bahwa penduduk dipersilakan untuk mendekat ke batas radius baru yang ditetapkan. "Kami tidak merekomendasikan agar penduduk mendekat ke radius 10 kilometer untuk Kabupaten Boyolali dan Klaten, atau 15 kilometer untuk Magelang, tetapi rekomendasi itu didasarkan pada jarak luncur terjauh dari awan panas yang menjadi ancaman utama letusan Merapi," katanya.

Berdasarkan pemantauan di lapangan, luncuran awan panas di sungai yang berada di Sleman seperti Kali Boyong mencapai jarak 10 kilometer, Kali Kuning tujuh kilometer, Kali Gendol 14 kilometer, sedangkan di Kali Apu yang berada di Boyolali jarak luncur awan panas empat kilometer, dan Kali Woro di Klaten tujuh kilometer.

Oleh karena itu, kata Surono pengurangan radius rawan bencana tersebut tidak lantas diartikan sebagai upaya untuk menurunkan status Gunung Merapi menjadi "siaga".

Ia mengatakan menurunkan status bukan hal yang mudah karena ada kekhawatiran bahwa masyarakat menjadi lengah dan melupakan ancaman bahaya gunung ini.

"Pesan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah mencegah jatuhnya korban berikutnya, sehingga masyarakat di pengungsian harus bersabar agar ada akhir bahagia dari semuanya," katanya.

PVMBG juga menerima bantuan dari sejumlah ahli vulkanologi dari negara asing seperti Jepang, Amerika Serikat (AS) dan mendapat permintaan dari China untuk pemantauan aktivitas Gunung Merapi.

Di Jepang, kata dia, pemantauan gunung berapi dilakukan dengan membuat semacam terowongan di dalam gunung untuk mengetahui secara pasti aktivitas gunung. "Saran ini bisa diusulkan untuk proses pemantauan ke depan," katanya.



Penyisiran dihentikan sementara

Tim pencarian dan penyelamatan, Tentara Nasional Indonesia, polisi, dan relawan menghentikan sementara waktu penyisiran pencarian korban erupsi Gunung Merapi di kawasan dusun sekitar Kali Gendol, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Tim Pencarian dan Penyelamatan (SAR) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) membenarkan tim evakuasi mulai Selasa menghentikan sementara waktu pengevakuasian korban yang diduga masih berada di reruntuhan abu vulkanik Merapi di dusun sekitar Kali Gendol.

Alasan Penghentian sementara waktu penyisiran korban Merapi untuk memperingati Hari Raya Idul Adha 1431 Hijriah dan keterbatasan peralatan yang dimiliki tim untuk pengevakuasian.

"Tim evakuasi selama ini hanya menggunakan sekop untuk mengevakuasi. Kami membutuhkan alat berat untuk pengevakuasian," kata koordinator tim evakuasi dari Yonif 403 WP Kapten Inf Arip Subagyo.

Oleh karena itu, kata dia, jika masih menggunakan alat manual berupa sekop maupun cangkul, maka akan sulit melakukan evakuasi sehingga tim memutuskan untuk menghentikan sementara waktu penyisiran di sekitar dusun Kali Gendol.

Penghentian proses evakuasi ini masih belum ditentukan batas waktunya karena masih menunggu keputusan untuk bisa mendatangkan alat berat. Jika sudah ada alat berat, maka penyisiran akan dilanjutkan, katanya.

Meski demikian, jika Tim SAR DIY mendapat petunjuk dari kalangan masyarakat mengenai keberadaan korban Merapi di suatu dusun, maka tim evakuasi tetap akan terjun melakukan penyisiran di lapangan.

Jumlah korban meninggal dunia akibat letusan Gunung Merapi pada Jumat (5/11) dini hari kemungkinan masih akan terus bertambah karena hingga kini masih banyak warga masyarakat yang melaporkan kehilangan anggota keluarganya.

"Kemungkinan korban meninggal yang tertimbun abu vulkanik letusan Gunung Merapi di sekitar dusun Kali Gendol memang masih ada. Namun, proses pengevakuasian sangat berat karena timbunan abu vulkanik di kawasan itu cukup tebal," kata anggota Tim anggota Tim SAR DIY Suseno.



DIY bangun 345 shelter

Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) akan membangun 345 shelter atau rumah hunian sementara untuk korban bencana erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Sleman.

"Ke-345 shelter itu akan dibangun di Desa Pelemsari, Cangkringan, Sleman, DIY, yang berjarak sekitar 12 kilometer dari puncak Merapi," kata Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, di Yogyakarta, Selasa.

Menurut dia, ke-345 shelter tersebut untuk warga Kinahrejo, Kepuharjo, dan Glagaharjo, Cangkringan, yang rumahnya hancur dan rusak parah akibat erupsi Merapi. Lahan yang digunakan untuk membangun 345 shelter itu merupakan tanah kas desa.

"Luas lahan untuk membangun shelter diperkirakan sekitar 3,4 hektare dengan kebutuhan lahan untuk satu shelter termasuk halamannya seluas 70-100 meter," katanya.

Ia mengatakan selain untuk tempat tinggal, warga juga akan disediakan lahan untuk menampung hewan ternak. Rencananya juga akan dibangunkan fasilitas pendukung ekonomi seperti kolam ikan.

"Ukuran bangunan rumah sekitar 28 meter persegi atau 4x7 meter. Bahannya dari bambu dengan perkiraan dana satu rumah sekitar Rp2-3 juta dan diperkirakan bisa digunakan untuk tinggal selama satu tahun," katanya.

Menurut dia, Pemprov DIY hingga kini belum membicarakan masalah jaminan hidup bagi pengungsi. Saat ini jaminan hidup tidak bisa dihitung "by name" karena korban Merapi tidak tinggal di rumahnya masing-masing melainkan di pengungsian.

"Di shelter, bagi masyarakat yang mungkin tidak punya uang, bisa membentuk kelompok, misalnya melalui usaha tanaman dan perikanan yang bisa memberikan penghasilan setiap bulan," katanya.

Ia mengatakan jika menanam sayur yang diperkirakan dalam satu bulan bisa dipanen, dan untuk perikanan memelihara nila dan lele. "Dengan 1.500 ekor lele mereka bisa mendapatkan uang Rp400 ribu. Jika satu keluarga memelihara 5.000 ekor lele, berarti bisa menerima lebih dari Rp1 juta setiap bulan," katanya.

Menurut dia, modal untuk memulihkan aktivitas ekonomi tersebut diberikan oleh pemerintah daerah, termasuk pengadaan lahan yang sudah dihitung. "Kami menargetkan perbaikan pascabencana, baik dari segi tempat tinggal maupun penghasilan maksimal selama dua tahun," katanya.

Sementara itu, Wakil Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Tasman Hamami mengatakan masyarakat yang menjadi korban letusan Gunung Merapi diajak berpikir positif terkait cobaan yang sedang dihadapi dan selalu optimistis menghadapi musibah ini.

"Semua orang pasti tidak ingin ditimpa musibah, tetapi kejadian letusan Gunung Merapi adalah bagian dari proses alam yang telah ditentukan oleh Allah SWT sehingga perlu disikapi dengan selalu berpikir positif dan optimistis," katanya saat menjadi khotib shalat Idul Adha 1431 Hijriah di Jogja Expo Center (JEC) yang juga dijadikan lokasi pengungsian korban letusan Merapi, Selasa pagi.

Menurut dia, musibah adalah suatu bentuk dan cara Allah SWT untuk memberikan ujian kepada umat manusia dan mengetahui tingkat keimanan seorang umat.

Ia mengatakan musibah justru dapat dijadikan sebagai sebuah kesempatan untuk meningkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT. "Semoga musibah ini justru menjadi satu cara bagi Allah SWT untuk mengampuni dosa-dosa umatnya dan menggantinya dengan ampunan dan pahala," kata Tasman yang juga menjabat sebagai Ketua Majelis Dikdasmen Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY itu.

Menurut dia, dalam menyikapi musibah meletusnya Gunung Merapi tersebut umat Islam dapat meneladani sikap Nabi Ibrahim saat diuji oleh Allah SWT dengan harus mengorbankan anaknya Nabi Ismail.

"Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail memilih untuk berserah dan mengikuti perintah Allah SWT. Kecintaan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail kepada Allah SWT mengalahkan segalanya. Inilah yang harus ditiru," katanya.

Sementara itu, kata dia, secara sosial kemasyarakatan, berkurban mengandung makna sebagai sebuah sikap kepedulian terhadap sesama dan saling tolong-menolong, dalam hal ini adalah kepedulian kepada korban letusan Gunung Merapi. "Ketaatan berkurban, hendaknya tidak terbatas ketika terjadi suatu musibah, tetapi rela berkorban adalah bagian dari kepribadian," katanya.

Shalat Idul Adha di JEC diikuti ribuan umat Islam dan juga pengungsi yang sedang berada di lokasi pengungsian serta aparat TNI yang sedang bertugas di lokasi pengungsian tersebut.

Panitia pelaksana shalat Idul Adha di JEC menyumbangkan seluruh infak yang diperoleh selama pelaksanaan shalat itu kepada para korban letusan Merapi.



Doa bersama lintas agama

Pemerintah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), akan menggelar doa bersama lintas agama dan penggalangan dana kemanusiaan untuk korban bencana letusan Gunung Merapi.

"Doa bersama lintas agama dan penggalangan dana direncanakan digelar pada Kamis 18 November 2010 pukul 19.30 WIB di Monumen Jogja Kembali (Monjali)," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Sleman Untoro Budiharjo, di Sleman, Selasa.

Menurut dia, musibah meletusnya Merapi merupakan bencana kemanusiaan yang perlu mendapat perhatian dan dukungan dari semua pihak untuk mengatasinya.

"Hingga saat ini kejadian tersebut telah mengundang simpati dan perhatian dari berbagai elemen masyarakat, termasuk komunitas budaya dan pariwisata yang secara sporadis telah melaksanakan kegiatan kemanusiaan," katanya.

Selain itu, kata dia, pengungsi yang berjumlah ratusan ribu orang secara spiritual juga memerlukan pendampingan. "Dengan alasan ini maka kegiatan doa bersama diharapkan dapat membantu menumbuhkan kembali semangat para pengungsi pascabencana letusan Merapi," katanya.

Untoro mengatakan kegiatan tersebut akan melibatkan komunitas budaya seperti sekar sedah, bergada prajurit, Dewan Kebudayaan, Pepadi, dan komunitas pariwisata seperti HPI, ASITA, PHRI, Java Promo, Dewan Kebudayaan, dan elemen lainnya.

"Selain itu juga akan diundang untuk hadir kepala kepala daerah se Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan instansi di Kabupaten Sleman, perguruan tinggi yang berjumlah sekitar 500 orang," katanya.

Ia mengatakan dalam acara tersebut selain pengumpulan dana dari para peserta juga akan diisi dengan macapat oleh Sekar Manunggal Sleman Sembada, renungan dan doa.

"Dengan kegiatan tersebut diharapkan dapat dikumpulkan dana untuk para korban bencana Merapi dengan lebih terkoordinir," katanya.



2.000 radio untuk pengungsi

Sebanyak 2.000 radio transistor disumbangkan untuk para pengungsi korban bencana erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), sehingga dapat dimanfaatkan sebagai media untuk memperoleh informasi dan hiburan.

"Kami memilih menyumbang radio transistor untuk pengungsi, karena pascabencana Merapi kebutuhan pangan dan pakaian relatif sudah terpenuhi, sedangkan kebutuhan sekunder seperti hiburan dan informasi masih kurang," kata Komisaris Wilmar Group MP Tumanggor, di Kepatihan Yogyakarta, Selasa.

Selain itu, menurut dia usai menyerahkan sumbangan 2.000 radio transistor kepada Kepala Kesbanglinmas DIY Murprih Antoro Nugroho, pemerintah juga membutuhkan sarana media informasi yang tepat untuk dapat menjangkau pengungsi.

"Radio dianggap tepat karena bersifat `mobile` dan bisa dioperasionalkan menggunakan baterai. Dengan radio, banyak pihak dapat menyampaikan pesan moral, memompa semangat dan motivasi sekaligus sarana hiburan," katanya.

Murprih mengatakan, studio Radio Tanggap Merapi telah resmi berdiri pada Minggu (14/11). Radio itu mempunyai fungsi memberikan informasi yang akurat dan "trauma healing" sekaligus media rekreasi bagi pengungsi.

Menurut dia, bantuan 2.000 radio transistor itu menjadi tepat dan efektif untuk mendapatkan informasi dari pemerintah. Masyarakat korban Merapi menjadi terbantu agar tidak mudah percaya dengan berbagai berita yang menyesatkan, karena sumber berita yang akan disiarkan adalah resmi dari media center pemerintah. "Masyarakat korban Merapi juga dapat memperoleh hiburan melalui radio tersebut sehingga dapat meringankan beban," katanya.

Sementara itu, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) DIY Rahmat Arifin mengatakan, pihaknya dalam mendukung pemulihan korban Merapi ikut membagikan "compact disc" berisi rekaman Sri Sultan Hamengku Buwono X pada beberapa stasiun radio.

Pihaknya berharap rekaman tersebut bisa disiarkan melalui media radio karena berisi materi motivasi bagi pengungsi. Materi yang ada bisa diolah untuk disiarkan pada warga korban Merapi sebagai iklan layanan masyarakat.

"Frekuensi radio rakyat mempunyai kewajiban moral untuk menyiarkan sebagai upaya menuju Yogya Bangkit, karena isi materi yang disampaikan adalah semangat bagi para pengungsi," katanya.



PLN sediakan genset

PT Perusahaan Listrik Negara Area Pelayanan Yogyakarta menyediakan 90 genset bagi tempat penampungan pengungsi korban letusan Gunung Merapi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa tengah

"Dari jumlah tersebut sebanyak 32 genset didistribusikan di Sleman, Bantul, Kulon Progo, dan Kota Yogyakarta. Kemudian 32 genset di Klaten, dan 26 di Magelang," kata Asisten Manager Hukum dan Humas Perusahaan Listrik Negara (PLN) Area Pelayanan Jaringan (APJ) Yogyakarta FP Koesno di Yogyakarta, Selasa.

Ia mengatakan sejumlah genset tersebut disiapkan jika sewaktu-waktu terjadi pemadaman listrik di penampungan pengungsi, hanya ada enam titik pengungsian yang sepenuhnya bergantung pada genset.

"Enam titik pengungsian tersebut antara lain di Hutan Bunder Gunung Kidul dan `Jogja Expo Center` (JEC). Pengelola JEC hanya bersedia menyediakan tempat penampungan tetapi tidak bersedia memberikan pasokan listrik," katanya.

Menurut dia, pihaknya membebaskan biaya operasional genset tersebut selama tanggap darurat Merapi, sebagai gambaran, setiap genset membutuhkan satu liter solar per 3 kwh. "Sebenarnya kami hanya mempunyai sekitar 10 unit genset, untuk mencukupi kebutuhan, kami membeli genset baru," katanya.

Selain itu, kata dia, PLN APJ Yogyakarta juga meminjam genset dari daerah lain sebagai cadanganpersedian jika ada barak yang masih membutuhkan genset tambahan.

"Genset-genset tersebut sangat diperlukan karena pasokan listrik masih belum normal, kami terpaksa beberapa kali memutus jaringan saat terjajdi hujan abu vulkanik," katanya.

Abu vulkanik itu, kata dia karena mengandung logam yang merupakan konduktor aliran listrik. "Selain itu, banyak komponen listrik seperti trafo dan isolator yang masih harus dibersihkan dari debu vulkanik," katanya.

Ia mengatakan genset-genset yang disediakan PLN APJ Yogyakarta selama masa tanggap darurat berdaya 2 kva hingga yang terbesar berdaya 500 kva. (E013*V001*B015*H008*ANT-158/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010