Surabaya (ANTARA News) - Ibarat pertandingan, Roy Marten alias Roy Wicaksono (56) telah mengalami kekalahan kedua. Vonis tiga tahun penjara majelis hakim di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada 11 April 2008 adalah bukti kekalahan kedua suami bintang model Anna Maria itu. Betapa tidak, Roy sudah pernah sembilan bulan di bui karena membawa tiga gram sabu-sabu pada 2 Februari 2006. Dan kini harus menjadi pesakitan karena kasus yang sama. Ia terperosok pada lubang yang sama; narkoba. Pengalaman merasakan sembilan bulan di penjara tampaknya belum membuat jera ayahanda aktor muda Gading Marten itu, sehingga dia harus berurusan dengan narkoba lagi. Dalam penangkapan kedua di Surabaya (13/11/2007), polisi menemukan barang bukti satu gram dan satu ons sabu-sabu di kamar 668, kemudian di kamar 465 juga ditemukan seperangkat alat hisap (bong) dengan sisa SS pada aluminium foil seberat 0,5 ons. Setelah menjalani persidangan selama dua bulan (5 Februari - 11 April 2008), pemain film "Kabut Sutra Ungu" itu akhirnya divonis tiga tahun penjara dan denda Rp10 juta dengan subsider tiga bulan kurungan (pidana pengganti bila tak membayar denda). Vonis yang dijatuhkan majelis hakim yang diketuai Berlin Damanik SH itu lebih ringan enam bulan dibanding tuntutan JPU (Jaksa Penuntut Umum) yakni tiga tahun enam bulan dan denda Rp10 juta subsider tiga bulan kurungan. Dalam sidang putusan yang dihadiri Gading Marten (putra Roy Marten) itu, majelis hakim menilai Roy terbukti terlibat dalam "pesta" sabu-sabu di sebuah hotel di kawasan Ngagel, Surabaya. Dalam persidangan saksi Hong Kho Hong dan Didit Kesit Cahyadi memang mengaku tak melihat Roy menghisap sabu-sabu, tapi Freddy Mattatula dan Windayani mengaku melihat Roy menghisap sabu-sabu. Majelis hakim meragukan kesaksian Hong dan Didit yang merupakan teman Roy di LP Cipinang, karena itu keterangan Freddy dan Windayani yang juga teman Roy itu dianggap lebih obyektif. "Saksi Freddy dan Windayani mengaku terdakwa mengisap sabu-sabu sebanyak dua kali yakni di kamar 668 bersama mereka, kemudian terdakwa juga menghisap sabu-sabu di kamar 465 bersama mereka serta saksi Didit," kata Berlin Damanik SH. Majelis hakim akhirnya memvonis Roy Narten bersalah, dan harus menerima ganjaran itu. Kesalahan Hakim Kesalahan Roy Marten sudah cukup jelas yakni kekalahan melawan narkoba untuk kedua kalinya, namun hakim yang memvonis Roy Marten bisa juga salah. "Saya disamakan dengan pengedar atau bandar," kata aktor era 1970-an Roy Marten usai divonis tiga tahun penjara dalam sidang putusan di PN Surabaya (11/4). Menurut Roy Marten yang juga pernah mendekam di LP Cipinang dalam kasus narkoba (2006) itu, dirinya hanya pemakai, karena itu bila dihukum sama dengan pengedar atau bandar, maka hal itu terlalu berat. "Itu terlalu berat, tapi apakah banding atau tidak, lihat saja nanti. Semua yang saya alami itu atas seizin Dia (Tuhan Yang Maha Esa)," katanya. Dalam testimoni di hadapan Kapolri, katanya, dirinya sudah mengusulkan agar pemakai dibedakan dengan pengedar dan bandar, karena pemakai adalah korban. "Saya usulkan, pengguna itu jangan ditangkap, tapi sebaiknya diarahkan rehabilitasi. Kalau pengguna ditangkap justru akan menyebabkan terjadinya ledakan pengguna, karena tidak ada yang sembuh," katanya. Senada dengan itu, aktor muda Gading Marten yang menyaksikan sidang putusan di PN Surabaya itu mengaku kecewa dengan sanksi pidana tiga tahun penjara untuk ayahandanya itu. "Saya kecewa, karena hukuman papa terlalu berat, tapi gimana lagi, itu `kan udah diputus," katanya. Pandangan yang sama juga dikemukakan Chris Salam SH yang merupakan pengacara dan adik kandung Roy Marten. "Itu berat, tapi hal itu sudah menjadi keputusan. Bagi kami, upaya menyelesaikan ketergantungan terhadap narkoba itu bukan dengan hukuman, tapi rehabilitasi. Pemakai itu seharusnya dibina dan dididik," katanya. Jadi, vonis hakim membuktikan kesalahan Roy Marten, namun vonis yang tidak menimbang keinginan Roy Marten untuk rehabilitasi juga merupakan kesalahan, karena orang baik bukan orang yang tidak pernah salah, melainkan orang yang mau memperbaiki kesalahan. (*)

Oleh Oleh Edy M Ya`kub
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008