Sangat tidak etis secara politik. Kemarin mereka bertarung merebut kekuasaan (presiden) dan sudah ada pemenang, lalu yang kalah berkoalisi itu berlawanan dengan etika politik, katanya.
Kupang (ANTARA) - Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr Johanes Tuba Helan, MHum, mengatakan, sangat tidak etis jika partai politik (parpol) pendukung Prabowo dalam pemilihan presiden (pilpres) bergabung dalam pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin.

"Sangat tidak etis secara politik jika parpol yang mendukung Prabowo bergabung dalam koalisi mendukung pemerintahan Jokowi," kata Tuba Helan kepada Antara di Kupang, Senin.

Dia mengemukakan hal itu menjawab pertanyaan seputar pertemuan Jokowi-Prabowo yang dilanjutkan dengan pertemuan Megawati-Prabowo, dan kemungkinan adanya penambahan parpol baru dalam koalisi pendukung pemerintahan.

Baca juga: Koalisi atau oposisi? Djoko Santoso: Dua-duanya bagus

Menurut dia, pada Pilpres 2019, mereka bertarung untuk memperebutkan kekuasaan (presiden) dan saat ini sudah ada pemenang yakni Jokowi-Ma'ruf Amin.

"Sangat tidak etis secara politik. Kemarin mereka bertarung merebut kekuasaan (presiden) dan sudah ada pemenang, lalu yang kalah berkoalisi itu berlawanan dengan etika politik," kata mantan Kepala Ombudsman Perwakilan NTT-NTB itu.

Seharusnya, kata Tuba Helan pihak yang kalah dalam pertarungan pilpres sebelumnya tetap menjadi oposan untuk mengontrol yang menang.

Baca juga: JK: Negeri ini perlu keseimbangan koalisi dan oposisi

Mekanisme kontrol ini sangat penting, agar tidak terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan selama lima tahun ke depan, katanya.

Artinya, seharusnya yang sudah kalah, menerima saja kekalahan dan tetap sebagai oposan di luar pemerintahan, untuk mengawal jalannya pemerintahan," kata Johanes Tuba Helan.

Baca juga: Sandiaga: Oposisi menjadi penyeimbang yang bermartabat dan terhormat

Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Edy Supriyadi
Copyright © ANTARA 2019