Bandung (ANTARA News) - Kasus ambruknya bangunan sekolah yang menimpa murid-murid SD Pasundan 3, kian melebar. Selain diduga ada unsur kelalaian, penyidik Polresta Bandung Barat menduga ada unsur tindak pidana korupsi dalam kasus tersebut. Namun, polisi belum menetapkan seorang tersangka pun dalam kasus yang meminta korban luka 22 siswa SD itu. "Dugaan tipikor itu berawal dari temuan anggota bahwa beberapa material bangunan adalah barang-barang lama," kata Kapolresta Bandung Barat AKBP Teddy Setiadi kepada wartawan, di Bandung, Sabtu (29/3). Ia mengatakan, pihaknya akan melakukan pengecekan soal asal muasal barang tersebut. "Nanti kita akan mengetahui, benar tidak barang-barang itu dibeli dari toko bangunan yang mereka katakan," ujar Kapolresta. Penyelidikan juga terkait besaran dana yang dipakai untuk pembangunan tersebut. Dana pembangunan itu berasal dari role sharing Pemprov yang besarnya Rp110 juta. "Kita belum mengetahui apakah dana itu dipakai seluruhnya untuk pembangunan atau tidak. Kami masih mengumpulkan data-data pemakaian uang tersebut," kata Teddy. Untuk mempercepat pengungkapan kasus, seluruh unit dikerahkan untuk melakukan penyelidikan. "Kami juga meminta bantuan saksi ahli untuk menganalisis konstruksi bangunan itu. Kita perlu tahu apakah bangunan yang sudah jadi itu mengikuti rancangan aturan baku soal bangunan kelas atau tidak. Apalagi setelah diketahui bahwa pembangunan ruang kelas itu tidak ada izin," tandasnya. Sejauh ini, polisi telah memeriksa enam saksi, yaitu berinisial TH, LS, AI, IR, AH dan CS. Mereka berasal dari sekolah, komite sekolah, bendahara, mandor, dan beberapa orang lainnya yang mengetahui proses pembangunan ruang kelas tersebut. Jika hasil pemeriksaan terhadap para saksi ditemukan unsur kelalaian, maka statusnya bisa naik menjadi tersangka. "Mereka bisa dijerat pasal 360 dan 361 KUH Pidana tentang kelalaian yang menyebabkan orang lain luka. Ancaman hukumannya lima tahun penjara. Belum lagi dijerat tindak pidana korupsi. Makanya, kita tunggu hasil penyelidikan anggota saya," tandas Teddy. (*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008