Sumenep, Madura (ANTARA News) - Muhamad Abduh (50), seorang nelayan asal Desa Pegerungan Kecil, di Kangean, pulau kecil di wilayah Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, kembali menyampaikan keinginannya mengarungi lautan dengan kapal buatannya sendiri. Sebelumnya ia sukses mengukir sejarah melintasi Samudra Hindia dengan Kapal Samudraraksa pada 2003. "Saat ini, saya berkeinginan lagi untuk membuat kapal serupa agar bisa mengelilingi benua Afrika dan melintasi garis katulistiwa untuk kedua kalinya," kata Muhamad Abduh saat ditemui ANTARA di kantor DPRD Sumenep, Jalan Trunojoyo, Senin (24/3). Pengalaman membuat kapal Samudraraksa yang namanya diberikan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada waktu pelepasan di kawasan Marina Ancol Jakarta, tanggal 15 Agustus 2003 lalu itu, kembali akan diukir bila ada penyandang dana dalam pembuatan kapal tradisional tersebut. "Saya berharap pemerintah daerah ikut memberikan solusi dana, selain akan membawa nama Sumenep di tingkat dunia, juga akan menjadi perhatian turis asing yang tentunya akan berpengaruh positif terhadap wisata daerah," katanya. Untuk membuat kapal yang serupa dengan Samudraraksa dengan ukuran 17x4 meter, kata nelayan tradisional itu, membutuhkan dana hanya Rp500 juta dan sudah siap untuk melintasi ganasnya gelombang Samudera Hindia. Dalam pembuatannya, bahan baku maupun pekerjanya akan dilakukan oleh warga Pagerungan, Kangean. "Para pekerja dan bahan bakunya akan diambil di wilayah Kangean sendiri, seperti Kapal Samudraraksa yang telah melegendaris tersebut," katanya seraya mengenang kapal pertamanya yang telah masuk museum di Borobodur. Bapak dari enam anak yang ahli melaut dan membuat kapal itu berjanji akan mengukir sejarah keduakalinya. "Kalau yang kali pertama saya sukses dengan perantara orang luar (bule), yang kedua ini berharap pemkab bisa mencarikan jalan dana," katanya. Menurut dia, sebenarnya dari kabupaten lain, seperti Banyuwangi dan Bali telah menawarkan untuk diikutkan dalam ekspedisi ke Belanda, namun tetap menolak karena mempunyai keinginan besar untuk membawa nama Kabupaten Sumenep. "Saya asli Pagerungan, maka nama Sumenep ini perlu diperjuangkan melalui kemampuan yang sedikit saya miliki," katanya merendah. Perlu diketahui, jika nama Kapal Samudraraksa yang masuk museum Borobodur tersebut merupakan kapal kayu kecil yang hanya mampu diawaki oleh 15 orang. Kapal yang dibangun dengan teknologi tradisional Nusantara itu menyusuri jalur niaga abad ke-8 Masehi yang dikenal dengan jalur kayu manis (cinnamon route), mengelilingi separuh lingkaran bumi, dari ujung barat Pulau Jawa menuju ujung barat Benua Afrika, untuk membuktikan kehebatan maritim nenek moyang bangsa Indonesia. Namun sayang, kemampuan Muhamad Abduh yang kesehariannya menjadi nelayan tradisional dan masih ditekuni sampai saat ini tidak pernah mendapat perhatian dari pemerintah daerah. Selepas menjelajah di benua Hindia dan Afrika bersama warga dari Australia, Selandia Baru, Inggris, Swedia, dan Prancis ia kembali menjadi nelayan biasa. Kemampuannya dalam menembus gelombang besar di benua Hindia memang tidak sendiri, tapi ia sempat diberi julukan sahabat angin dan ombak karena dinilai mengetahui cara memecah rahasia angin kencang dan gelombang besar. Dari 27 orang yang tergabung dalam eskpedisi tahun 2003 lalu itu, 10 orang di antaranya berkebangsaan Indonesia dan tiga di antaranya asli warga Pagerungan Kecil, Kangean, Sumenep, Madura, yakni Sulhan dan Sudirman, dan Muhamad Abduh sendiri yang berpengalaman sebagai pelaut maupun selaku ahli pembuat kapal. Sementara itu, salah seorang anggota DPRD Kabupaten Sumenep, Badrul Aini mengaku hanya bisa berharap pemkab respon dengan keinginan warga Pagerungan tersebut. "Saya harap pemkab respon dengan keinginan nelayan yang akan mengukir sejarah di tingkat dunia, sebelum diambil daerah lain," katanya. (*)

Oleh Oleh Etto
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008