Surabaya (ANTARA News) - Suhu udara yang cukup menyengat dalam beberapa waktu belakangan ini bukan karena memasuki masa transisi, dari musim hujan ke musim kemarau, tetapi karena pengaruh pergerakan semu matahari. "Saat ini masih ring musim penghujan, masa transisi diperkirakan berlangsung April-Mei. Sedangkan suhu yang menyengat belakangan ini karena pengaruh pergerakan semu matahari," kata Ahli Meteorologi dan Geofisika Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Maritim Tanjung Perak Surabaya, Eko Prasetyo, Rabu. Menurut dia, saat ini ada pemanasan maksimum di katulistiwa sebagai dampak pergerakan semu matahari tepat di equator ke utara. Karena itu, jika atmosfir tidak tertutup awan, maka suhu udara cukup menyengat, berkisar antara 34-35 derajat Celcius. "Kondisi seperti ini dapat memicu terjadinya kebakaran hutan, karenanya masyarakat perlu hati-hati dan waspada," katanya menambahkan. Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa saat ini masih masuk dalam ring musim hujan menuju masa pancaroba, sebelum akhirnya masuk musim kemarau. Tanda-tanda yang kini kelihatanya, kata Eko, angin sering berubah-ubah arah, awan cepat tumbuh dan hilang akibat dorongan angin. Jadi, potensi hujan saat ini masih mungkin terjadi kendati intensitas hujannya semakin berkurang. Menyinggung cuaca di perairan Indonesia, katanya, hampir semua perairan di Indonesia cukup kondusif untuk aktivitas pelayaran. Kondisi perairan di laut Jawa tinggi gelombang berkisar 0,5-1 meter, penyeberangan Ujung (Surabaya)-Kamal (Madura) antra 0,2-0,5 meter, Ketapang (Banyuwangi)-Gilimanuk (Bali) 0,5-1 meter, dan Padangbai-Lembar 0,5-1,3 meter. Sedangkan perairan di selatan Jatim tinggi gelombang bisa mencapai dua meter. Tapi tinggi gelombang tersebut, masih kondusif untuk pelayaran. Sementara itu, angin bertiup dari tenggara dan selatan berkisar 5-25 kilometer per jam. (*)

Copyright © ANTARA 2008