Jember (ANTARA News) - Keberadaan masjid sebagai tempat ibadah umat Islam hendaknya menjadi pusat dari persemaian perdaban Islam yang sangat ideal karena menyangkut berbagai persoalan bisa dibicarakan di dalam masjid. "Kalau saya katakan masjid sebagai persemaian peradaban Islam, itu memang super ideal, tapi seperti itulah yang seharusnya terjadi," kata aktivis Forum Komunikasi Masjid Peduli Umat (FKMPU) Jakarta, Ustadz Muhammad Tamam dalam seminar di Jember, Jatim, Sabtu. Seminar bertema, "Peran Kantor Berita dalam Membangun Peradaban Islam" yang diselenggarakan Lembaga Dakwah Kampus (LDK) mahasiswa Universitas Jember (Unej) itu juga menghadirkan pembicara, Direktur Pemberitaan LKBN ANTARA, Drs M Saiful Hadi Cholid. Menurut Tamam, di zaman Rasulullah, masjid memiliki peran sebagai majelis peradilan ketika seseorang melakukan perbuatan yang melanggar hukum agama, sebagai tempat pendidikan Islam sebagaimana sahabat yang banyak menyerap ilmu dari Nabi Muhammad saat di masjid. "Fungsi lainnya adalah, masjid sebagai tempat berakhlaq mulia dan berorientasi menyelesaikan masalah. Contohnya ketika ada orang Badui buang air kecil di masjid, Rasulullah melarang sahabat menghakimi orang itu karena orang Badui itu memang tidak tahu etika di masjid," katanya. Pada saat itulah nabi tampil sebagai penyelesai masalah dengan mengambil air untuk membersihkan lantai masjid yang terkena najis karena kotoran orang Badui tersebut. "Tapi realitas saat ini belum menunjukkan fungsi masjid yang ideal sebagaimana di zaman Rasulullah itu. Padahal kalau diikuti, fungsi masjid di zaman Rasul itu sederhana tapi menunjukkan suatu peradaban yang tinggi," katanya. Mengenai nilai-nilai dalam Islam, Tamam mengemukakan bahwa Islam memiliki sedikitnya dua peradaban agung yang di keyakinan lain mungkin tidak ditemui, yakni konsep "rahmatan lil `aalamiin" (memberi rahmat bagi seluruh alam) dan "ukhuwah Islamiah" (persaudaraan sesama Islam). "Saya kira konsep "rahmatan lil `aalamiin" itu adalah tade mark Islam. Itu adalah peradaban tinggi karena Islam melindungi seluruh isi alam ini," kata lelaki kelahiran Yogyakarta itu. Ia mengemukakan bahwa untuk "ukhuwah Islamiah" juga sebagai peradaban karena menunjukkan adanya ikatan dasar sesama muslim dalam ketundukan kepada Allah. Selain itu "ukhuwah Islamiah" juga menghilangkan permusuhan yang tidak perlu. "Memang ada permusuhan yang perlu, yakni terhadap syetan. Kalau sesama muslim nabi mencontohkan bagaimana beliau menyatukan orang-orang Ansor (penduduk Madinah) dengan kaum Muhajirin (orang-orang pendatang)," katanya. Sementara Saiful Hadi mengemukakan bahwa peran masjid dalam upaya membangun peradaban Islam bisa dilihat dari konsep "rahmatan lil `aalamiin". Menurut dia, seharusnya konsep tersebut dibangun dan dimulai dari masjid. "Menurut saya masjid bukan hanya untuk tempat salat, tapi juga untuk berdiskusi atau bahkan tempat umat Islam. Di sinilah peran masjid harus diperluas sebagaimana yang seharusnya menjadi peran masjid itu sendiri," ujarnya. Dikatakannya, tidak seharusnya masjid itu dikunci sehingga umat leluasa keluar masuk ke pusat peradaban tersebut. Kalau kemudian muncul kenyataan, ada pencurian di masjid, maka hal itu menjadi tugas semua elemen masyarakat untuk menyadarkan umat.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008