Jakarta (ANTARA News) - Suasana sidang paripurna DPR RI dengan agenda utama membahas interpelasi kasus BLBI di Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa, menjadi gaduh, diwarnai aksi protes serta aksi "walk out" sekitar 20 anggota parlemen. Protes berbentuk interupsi mengalir kencang, salah satunya karena kopi jawaban pemerintah dianggap bukan dari atau ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Beberapa anggota DPR RI seperti Yusron Ihza Mahendra (Fraksi Gabungan Bintang Pelopor Demokrasi) dan Suryama (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera) kelihatan cukup tegang menghadapi sidang kasus interpelasi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang diduga telah merugikan keuangan negara senilai ratusan triliun rupiah tersebut. Suryama kepada pers malah berkata dengan agak keras, bahan atau materi jawaban pemerintah itu bukanlah yang dibutuhkan dewan. "Ini bukan jawaban dan keterangan dari Presiden, tapi penjelasan Menko Perekonomian Boediono," teriaknya di dalam ruang sidang paripurna DPR RI itu. Karena itu, banyak anggota DPR RI dalam kesempatan itu menyampaikan interupsi meminta agar sidang interpelasi ini ditunda dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memperbaiki standar jawabannya. Sementara itu, aksi "walk out" sekitar 20-an anggota dewan semakin membuat suasana jadi gaduh dan mempengaruhi rapat paripurna. Aksi keluar ruang sidang paripurna itu, antara lain dilakukan oleh Alvien Lie dari Fraksi Partai Amanat Nasional, lalu diikuti belasan bahkan akhirnya lebih 20 anggota mengikuti sikap tersebut. Mereka lalu beramai-ramai mengembalikan lembar materi jawaban pemerintah ke meja pimpinan sidang dan "ngeloyor" meninggalkan ruang sidang. Beberapa di antaranya bahkan memprovokasi anggota dewan yang lain agar mengembalikan materi sidang, dengan melambai-lambaikan tangan ke arah anggota yang masih terpaku di tempatnya masing-masing. Akibat aksi interupsi dan "walk out" tersebut, suasana sidang pun ricuh, sementara pimpinan rapat, Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, tak dapat berbuat apa-apa. Dia pun mengumpulkan para pimpinan fraksi dan menggelar rapat di ruang tertutup yang berada di bagian depan. Hingga berita ini diturunkan, belum diketahui kapan sidang interpelasi itu akan dilanjutkan. Melihat ulah para anggota dewan itu, para menteri seperti Menkokesra Aburizal Bakrie, Menteri Keuangan Sri Mulyani hanya bisa terpana. Apalagi sebelum "walk out" dilakukan, sejumlah anggota dewan mempersoalkan ketidakhadiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Bagi Zulkifli Hasan yang juga Sekretaris Jenderal DPP Partai Amanat Nasional, ketidakhadiran Presiden bukan hanya soal tata tertib saja. "Kan pertemuan dengan menteri, sudah sering dilakukan dalam sidang di komisi. Makanya, kami meminta pimpinan DPR RI untuk mengetuk hati SBY untuk bersedia hadir. Kami juga meminta penjadwalan ulang sidang interpelasi pada minggu berikutnya agar Presiden bisa hadir," tambah Zulkifli Hasan. Interupsi berikutnya dari seorang anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, yang mengimbau kepada rekan-rekannya untuk tidak usah melakukan interupsi, karena memang Presiden tidak tahu tata negara, sehingga berlaku seperti ini, tidak hadir ke sidang interpelasi DPR. Mendengar aksi interupsi seperti ini, anggota DPR RI dari partai pendukung pemerintah, yakni Partai Demokrat, juga ikut angkat tangan, membela Presiden. Itu antara lain dilakukaan Agus Hermanto dan Max Sopacua. Agus Hermanto mempertanyakan debat dan interupsi yang masih berlangsung. Dia menegaskan di dalam tatib sudah jelas tertulis, Presiden dapat mewakilkan jawaban interpelasinya kepada menteri. Sedangkan Max Sopacua mengungkit masa lalu, saat sidang interpelasi Sipadan-Ligitan di masa Presiden Megawati Soekarnoputri. "Saat itu, jawaban Presiden diwakilkan kepada Menko Polkam dijabat SBY, dan interpelasi tetap berjalan. Dengan demikian, yang diminta bukanlah perkataan Presiden tapi jawaban pemerintah," tegas Max Sopacua.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008